REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 telah memutuskan untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). DPR pun telah berganti periode, maka Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin meminta Komisi III periode 2019-2024 memprioritaskan pembahasan RKUHP.
"Kami harapkan nanti pimpinan Komisi III setelah masa fit and proper test Pak Kapolri tentu nanti masalah undang-undang masih tersisa di dalam komisi dia itu," ujar Aziz di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).
Melihat banyaknya poin-poin yang dinilai masyarakat kontroversial, DPR berencana membuka komunikasi dengan sejumlah elemen masyarakat untuk membahas hal tersebut. Khususnya, para mahasiswa yang melakukan aksi tolak RKUHP beberapa waktu lalu.
"Ke depan ada diskusi dengan beberapa universitas terhadap 14 item yang menjadi berdebatan kan begitu. Iya, supaya kita terbuka apa substansinya yang masih tersisa kita lakukan pembahasan itu," ujar Aziz.
Ia berharap, dengan adanya diskusi tersebut semua pihak dapat menerima RKUHP. Apalagi, KUHP yang sekarang masih merupakan produk kolonial yang sudah 53 tahun tidak berubah dan tidak sesuai dengan situasi saat ini.
"Dengan sosialisasi kepada masyarakat kepada kaum intelektual kita lihat apa kondisi-kondisi yang bisa kita lakukan untuk perbaikan hukum nasional kita yang sudah cukup lama menggunakan peninggalan kolonial Belanda itu," ujar Aziz.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya akan membahas bersama pemerintah terkait rancangan undang-undang (RUU) mana saja yang akan ditindaklanjuti. Hal itu berkaitan dengan substansi pembahasan serta urgensi RUU. Supratman memastikan RKUHP akan menjadi salah satunya.
"Saya bisa pastikan hari ini bahwa RUU tentang KUHP itu pasti akan di-carry over. Nah, soal nanti pembahasan materinya mana yang kemarin mendapat penolakan nanti tetap, karena kalau RKUHP udah pasti di III yang bahas, di Komisi III," ujar Supratman.