REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah akan memastikan pemberian fasilitas yang dibutuhkan investor Uni Emirat Arab (UEA). Hal ini dilakukan agar realisasi investasi sesuai dengan harapan sedari awal.
Airlangga mengakui, besaran realisasi investasi memang kerap tidak sama persis dengan perjanjian semula. Secara waktu pun kerap meleset mengingat ada beberapa proses yang dibutuhkan.
"Salah satunya terkait refinery (pemurnian)," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (15/1).
Sebelumnya, Airlangga menjelaskan, ada hambatan mengenai investasi pengadaan lahan untuk proyek refinery Pertamina. Tapi, dengan berbagai kemudahan yang sudah disiapkan oleh pemerintah, ia meyakini hambatan itu tidak akan ditemui lagi.
Apalagi, pemerintah kini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang juga memuat mengenai investasi. "Harapannya, investasi bisa dipercepat," kata Airlangga.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengingatkan, pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam menarik investasi dari Uni Emirat Arab (UEA). Sebab, dibandingkan negara Asia, negara Timur Tengah hampir tidak mampu merealisasikan investasinya di Indonesia.
Andry memberikan contoh, rencana investasi Arab Saudi melalui Saudi Aramco di Kilang Cilacap milik PT Pertamina (Persero) sejak dua tahun lalu. Tapi, kenyataannya nihil karena dirasa infrastruktur yang ada belum terbangun. "Mereka cenderung memilih berinvestasi di Malaysia, India dan Cina," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (15/1).
Sikap hati-hati yang dimaksud Andry adalah agar jangan sampai pemerintah Indonesia menjanjikan segala hal kepada UAE, namun tidak mendapatkan investasi yang dijanjikan. Atau, lebih buruk adalah Indonesia justru tidak mendapatkan apa-apa.