REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, meluruskan kabar tentang pengklasifikasian jenis pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait kasus Semanggi I dan Semanggi II.
Menurutnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) tidak menyatakan kedua kasus itu bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Begini, pada saat itu, ketika ditanya, Jaksa Agung menjawab DPR, dulu pada tahun 2001 DPR pernah menyatakan, itu ada dokumennya dan saya punya juga di luar Kejaksaan, DPR pernah menyatakan bahwa kasus Semanggi I dan II itu bukan pelanggaran HAM berat," ujar Mahfud di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (22/1).
Ia mengatakan hal tersebut usai bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin. Menurut Mahfud, Kejakgung tidak pernah mengeluarkan pernyataan kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Justru, kata dia, Kejakgung siap menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Selain itu, Kejakgung juga siap dipertemukan dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM secara politis oleh DPR RI untuk membahas kedua kasus itu. Tentu penyelesaiannya akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku.
"Sekarang menurut Kejaksaan kalau masih menjadi masalah (kedua kasus tersebut) Kejaksaan Agung siap menyelesaikan," tuturnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR pada Kamis (16/1) menjelaskan perkembangan perkara HAM berat.
Dia mencontohkan, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Lalu peristiwa dukun santet ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998 dan 1999, peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989, peristiwa Wasior tahun 2001 dan Wamena tahun 2003 para pelaku telah disidangkan di pengadilan umum dan telah berkekuatan hukum tetap, namun untuk kasus HAM berat penyelidik belum memeriksa dugaan pelakunya," katanya.
Dalam peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989, menurut dia, alat bukti dan barang bukti dugaan pelaku belum terungkap.