REPUBLIKA.CO.ID, Buaya berkalung ban di Indonesia menjadi foto yang viral di media sosial. Upaya untuk menolong buaya terbebas dari lilitan ban itu sayangnya hingga kini belum berhasil.
Akibat terkendala izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tim pakar satwa dari Predator Fun Park Jawa Timur, belum dapat membantu proses evakuasi terhadap buaya terlilit ban bekas sepeda motor di Sungai Palu, Sulawesi Tengah. Tim memilih menunggu izin lebih dulu.
''Kita masih menunggu izin dulu," ujar Dwi salah satu tim Predator Fun Park di Palu, Rabu (12/2).
Kehadiran tim merupakan suatu bentuk kepedulian relawan asal Kota Batu terhadap hewan reptil. Buaya itu sudah kurang lebih empat tahun lehernya terjerat ban.
'"Awalnya, kami turun pertama liat di medsos dan media. Waktu peratama mau berangkat tidak ada biaya. Terpaksa kami coba mendekati pemerintah Kota Batu, Alhamdulillah akhirnya dibantu.'' jelasnya.
Tidak hanya itu, saat berangkat dari Kota Batu, Jawa Timur menuju Ke Kota Palu ini, tim tidak mengetahui adanya peraturan harus adanya legalitas dari Kementerian LHK.
''Sangat ribet sekali, kami tidak tahu, kalau syaratnya serumit itu. Kemarin rapat dengan BKSDA katanya, kami harus ke Jakarta untuk presentasi cara menangkap buaya dan kalau disetujui baru izin dikeluarkan,"' terangnya.
Ahli penanganan satwa liar asal Australia, Matthew Nicolas Wright memasang perangkap pada lokasi kemunculan buaya yang terjerat ban sepeda motor di Sungai Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (11/2/2020).
Sementara itu, Kepala BKSDA Sulteng, Hasmuni Hasmar mengakui bahwa relawan yang akan membantu proses evakuasi buaya berkalung ban, memang harus terlebih dahulu meminta izin dari Kementrian LHK di Jakarta. ''Harus minta izin dari ke kementerian dulu. Semacam persetujuan harus jangan sampai celaka dia. Dia juga harus presentasi apa yang mau dia bikin," jelasnya.
Hingga saat ini, buaya yang terlilit ban motor bekas di Sungai Palu, Sulawesi Tengah, belum dapat diselamatkan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak BKSDA Sulteng untuk menyelamatkan hewan reptil ini.
Dua ahli buaya asal Australia yakni Matthew Nicolas Wright dan Chris Wilson, telah mendapatkan izin dari Kementerian LHK untuk membantu operasi penyelamatan seekor buaya muara tersebut namun hingga saat ini masih nihil.
Proses penyelamatan terhadap hewan reptil yang terjerat ban bekas ini sudah dilakukan oleh tim satgas beberapa hari terakhir, namun hingga saat ini belum membuahkan hasil. Selain hewan reptil tersebut yang berpindah pindah tempat, ribuan masyarakat Kota Palu yang menyaksikan secara langsung proses evakuasi menjadi kendala tim satgas.
''Terkait waktu operasi saat ini tim belum menentukan sampai kapan operasi akan berlangsung, dan kemungkinan diputuskan setelah dua ahli itu tiba dari Jakarta untuk bergabung bersama tim satuan tugas," kata Haruna.
Operasi penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu sudah dimulai sejak pekan lalu (6/2). Operasi dilakukan dengan melibatkan petugas gabungan dari BKSDA Sulteng dan NTT, Polair Polda Sulteng, dan petugas dari KLHK.
Berbagai upaya telah dilakukan tim, dimulai dari menyisir muara sungai Palu dengan menggunakan perahu karet, mengumpan buaya dengan menggunakan ayam, hingga memasang jala di Sungai Palu yang dianggap sebagai titik kerap munculnya buaya tersebut.
Buaya sempat masuk dalam pukat, tapi karena arus deras di bagian bawah sungai sehingga lolos lagi. Selama dua hari evakuasi, Crocodylus porosus dengan lilitan ban di lehernya tersebut hanya terlibat kucing-kucingan dengan sejumlah petugas yang menyasarnya. Buaya tersebut hanya muncul sekian detik ke permukaan, kemudian kembali memunculkan diri di tempat berbeda-beda.
Petugas menunggu buaya liar yang terjerat ban sepeda motor menyambar umpan seekor ayam di Sungai Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (6/2/2020).
Tidak hanya itu, menurut Haruna, salah satu kendala yang dialami oleh tim adalah banyaknya warga Palu yang menyaksikan secara langsung evakuasi tersebut sehingga menjadi kendala penyelamatan buaya. "Kendalanya terlalu banyak masyarakat yang datang. Karena baru buaya muncul sedikit saja sudah luar biasa teriakan," ujarnya
Selama evakuasi, tim penyelamat buaya ini masih mencoba menggunakan metode harpun atau menombak buaya berkalung ban tersebut. Harpun sendiri adalah tombak dengan ujung yang tajam dan di ujung lainnya diikatkan tali. Alat ini biasa digunakan untuk menangkap ikan atau mamalia laut besar seperti paus.
Menurut Haruna, harpun yang dipakai untuk mengevakuasi ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga saat ditombakkan, harpun tersebut hanya melukai bagian kulit buaya. Sementara itu untuk metode kerjanya, Haruna mengaku sama persis dengan memancing ikan.
"Metode kerjanya persis sama dengan mancing, tapi tidak bisa langsung ditarik tetapi kalau satwanya kena, dibuat lemas kemudian kita bisa giring ke pinggir menggunakan tali yang terikat di harpun," ujarnya
Konon sudah tiga tahun lamanya buaya di Sungai Palu itu berkalung ban bekas. Sejak 2016 bahkan buaya berkalung ban sudah viral. Berbagai upaya disebut telah dilakukan untuk mengeluarkan ban tersebut tapi tidak berhasil.
Yang berbeda sekarang adalah ukuran buaya yang membesar. Ban di leher buaya pun tampak makin menjepitnya.
Upaya untuk membantu buaya lepas dari jeratan ban itu sebenarnya pernah dilakukan dengan cara sayembara. Metode tersebut akhirnya dibatalkan karena belum ada pihak yang berhasil mengeluarkan ban dari leher buaya.
Ahli buaya asal Australia yakni Matthew Nicolas Wright, dikutip dari Daily Mail, mengatakan sudah lama mengetahui soal buaya berkalung ban tersebut. Ia mengira sang buaya sudah terlilit ban sejak lima tahun lalu.
Matt yang memiliki acara televisi tentang buaya bahkan sudah berkeinginan membuat episode tentang sang buaya Palu itu dari beberapa tahun lalu. Rencana tersebut namun disebutnya tak kunjung terwujud.
Lewat Instagramnya, tampak Matt menyiapkan perangkat untuk menangkap buaya. Katanya, menangkap buaya berbeda dengan menangkap reptil di Australia. Alasannya buaya itu tidak terlalu lapar.
Matt mengatakan, ada banyak sumber makanan masuk ke sungai. Termasuk ayam, sapi, dan kambing yang mati.
Mulanya ia mengaku sulit menangkap buaya itu karena adanya sayembara. Sehingga banyak orang yang juga mencoba menangkapnya.
Sekarang, area tempat buaya biasa berada sudah ditutup. Matt tidak berencana memerangkapnya dalam waktu lama. Ia ingin bisa segera melepaskan buaya itu ke alam.
"Kami akan menangkap dia, mengikatnya, menenangkannya. Lalu memotong ban dari lehernya dan membiarkan dia kembali ke asalnya."
Matt diberi waktu sepekan untuk melakukan itu. Dia harap waktunya akan cukup.