REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut terdapat kekurangan suplai gula di pasaran. Kekurangan tersebut menjadi penyebab naiknya harga gula di tingkat konsumen dalam beberapa waktu terakhir.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, usai meninjau kegiatan perdagangan komoditas bahan pangan pokok di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (12/3).
"Ada kekurangan suplai untuk gula. Ini memang ada (kekurangan) dan sebetulnya perlu koordinasi antar pemerintah untuk memastikan stoknya," kata Rosan kepada wartawan usai melakukan peninjauan.
Rosan menuturkan, dari hasil tinjauan, rata-rata pedagang di pasar induk dibatasi untuk membeli gula dari distributor. "Sehari hanya boleh beli satu karung itu langsung habis. Dulu boleh ambil lebih dari satu," kata Rosan menambahkan.
Ia menegaskan, seharusnya pemerintah bisa melakukan antisipasi dengan importasi gula konsumsi disaat tidak adanya stok di dalam negeri. Impor, kata Rosan, dapat dilakukan ketika tidak dalam masa panen tebu guna melindungi petani lokal.
"Pakai logika sajalah, apalagi ini menyangkut kebutuhan bulan puasa. Masyarakat butuh gula yang manis-manis. Harusnya diantisipasi dari sekarang," ujar Rosan.
Selain itu, yang perlu diingat adalah bahwa proses importasi membutuhkan waktu. Belum lagi administrasi izin impor oleh pemerintah yang masih cenderung lambat dan kurang berkoordinasi antar kementerian lembaga. Hal itu, kata dia, harus segera dibenahi jika pemerintah ingin harga gula di dalam negeri tetap stabil.
Adapun soal indikasi penimbunan gula, Rosan meyakini praktik penimbunan tidak ada. Sebab, Satgas Pangan selalu bergerak mengawasi peredaran pangan dan membuat pengusaha takut untuk menimbun stok di gudang yang dimiliki.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, hingga Kamis (12/3) gula pasir sudah dihargai lebih dari Rp 16 ribu per kg. Padahal, harga normal gula sesuai acuan pemerintah sebesar RP 12.500 per kg. Kenaikan gula mulai terjadi sejak bulan Februari lalu.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengklaim telah menerbitkan izin impor gula mentah sebagai bahan baku gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sebanyak 438.802 ton yang dapat memenuhi kebutuhan hingga Mei 2020. Diperlukannya impor diketahui lantaran ada kekurangan pasokan gula tebu dari dalam negeri.
Sementara itu, Perum Bulog, sebagai BUMN Pangan menyatakan telah mendapatkan izin impor sebanyak 29 ribu ton gula mentah dan siap melakukan lelang calon eksportir dari negara-negara produsen. Direktur Bulog, Budi Waseso menyatakan, selain mengimpor gula mentah, pihaknya juga akan mengimpor gula siap konsumsi.
Sebab, kata dia, gula mentah masih membutuhkan waktu pengolahan sedangkan pasar dalam negeri sangat membutuhkan. Namun ia enggan menjelaskan dari mana impor tersebut akan didatangkan.
"Lihat saja nanti pokoknya yang terbaik. Secepatnya kita datangkan 10 hari paling lambat sampai. Kita usahakan jual paling tinggi Rp 11 ribu per kilogram," ujarnya.