REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika, mengingatkan pemerintah agar keberadaan omnibus law harus mengakomodasi kepentingan nasional. Dia meminta pemerintah untuk memastikan perlindungan terhadap usaha kecil, kelestarian lingkungan, dan kedaulatan ekonomi.
"Secara keseluruhan sekurangnya dua RUU tersebut harus mengadopsi lima kepentingan ekonomi nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang," kata Ahmad di Jakarta, Kamis (12/3).
Ahmad kemudian mengungkapkan mengenai lima kepentingan ekonomi nasional yang wajib terakomodasi Pertama, memastikan stabilitas ekonomi terjaga mulai dari pertumbuhan, inflasi, perdagangan, hingga nilai tukar.
Kedua, meningkatkan mutu dan keadilan pembangunan seperti penurunan ketimpangan, pengangguran, dan kemiskinan. Ketiga, memperkuat kedaulatan dan kemandirian ekonomi dalam bidang penguasaan sektor energi, pangan, keuangan, dan lain-lain.
Keempat, memastikan keberlanjutan pembangunan dalam hal perbaikan ekologi, mutu manusia, infrastruktur, hingga daya saing. Kelima, tata kelola pembangunan yang kian mapan, transparan, partisipatif, dan akuntabel.
"Ukuran-ukuran tersebut yang mesti dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam tiap pembahasan pasal demi pasal," katanya.
Omnibus law kini tengah berada dalam pembahasan pemerintah bersama DPR di parelemen. Meski demikian, keberadaan rancangan undang-undang (RUU) itu hingga kini masih mendapatkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ahmad mengimbau agar RUU tersebut dibahas secara utuh dan hati-hati. Dia mengatakan, pemerintah dan DPR juga harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan sehingga tujuan besarnya dapat diraih bersama tanpa ada yang ditinggalkan atau dirugikan.