REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pengiriman bantuan medis intenasional pertama akan tiba di perbatasan Korea Utara (Korut) pada minggu ini. Bantuan medis tersebut akan digunakan oleh Korut dalam mencegah pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19.
Sejumlah organisasi kemanusiaan telah membuat permohonan mendesak kepada PBB untuk memberikan pengecualian sanksi. PBB telah menyetujui keringanan selama enam bulan bagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) dan Doctors without Borders, untuk mengirim termometer, ventilator portabel, resusitasi, sarung tangan, pelindung wajah, masker bedah, kacamata, dan pakaian pelindung diri. UNICEF menyatakan, pengiriman pertama bantuan peralatan medis akan dikirim ke Korut melalui jalur darat dari China pada pekan ini.
Penutupan perbatasan telah membuat pengiriman bantuan alat medis tersebut mengalami kendala. Peralatan medis tersebut sekarang masih tertahan di China.
"Korea Utara membutuhkan bantuan dan telah memintanya, tetapi sekarang ditahan," kata satu sumber dari kelompok kemanusiaan.
Kantor berita KCNA yang dikelola pemerintah Utara melaporkan pada 13 Maret, sebagai bagian dari langkah pencegahan semua barang impor dikarantina selama 10 hari. Koordinator media untuk Doctors without Borders, Maya Zahran mengatakan, bantuan alat medis untuk Korsel telah tiba di Beijing dan kota perbatasan Dandong. Pemerintah Korut telah setuju untuk memfasilitasi transportasi meski menutup perbatasan. Dia tidak bisa mengkonfirmasi kapan pasokan itu akan mencapai Korut.
Sejauh ini, Korut telah melaporkan bahwa tidak ada kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di negaranya. Namun, seorang pejabat militer Amerika Serikat mengaku cukup yakin bahwa ada infeksi virus corona di Korut. Sejumlah organisasi kemanusiaan mengatakan, Korut sangat rentan terhadap wabah karena tidak memiliki sistem dan sumber daya kesehatan yang memadai. Sistem kesehatan di Korut terbilang buruk karena negara tersebut mendapatkan sanksi internasional atas senjata nuklir, dan program rudal balistik.
Kee Park dari Harvard Medical School, yang telah bekerja pada proyek perawatan kesehatan di Korut mengatakan, kurangnya peralatan pengujian bukan berarti infeksi virus korona tidak ditemukan. Untuk mengkonfirmasinya, maka perlu dilakukan pengujian diagnostik.
"Kita harus melakukan segala upaya untuk memberikan bantuan tanpa penundaan, karena ini adalah situasi darurat," ujar Park.
Korut memiliki jumlah dokter yang memadai, dan pemerintah mamu mengendalikan pergerakan orang. Namun, sistem kesehatan di negara tersebut buruk karena kekurangan sumber daya.