REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Virus corona baru Covid-19 telah ditemukan di Jalur Gaza. Namun, wilayah yang telah diblokade selama 14 tahun itu tampak tak terlalu siap menghadapi dan menangani wabah.
Kelompok Hamas yang mengontrol Gaza sedang berupaya membuka dua pusat karantina di perbatasan utara dan selatan wilayah tersebut. Pusat itu mampu menampung 1.000 orang dan diharapkan dapat digunakan dalam sepekan mendatang.
Selain itu, Hamas telah membuka 18 fasilitas karantina tambahan di klinik dan hotel. Hal tersebut diharapkan dapat menopang fasilitas karantina sementara yang telah dioperasikan di Gaza.
Sejauh ini terdapat 1.700 warga yang ditempatkan di fasilitas karantina darurat, salah satunya jurnalis bernama Nima Amraa. Dia kembali ke Gaza dari Mesir awal Maret lalu.
Amraa dikarantina di sebuah gedung sekolah. Menurutnya tempat tersebut tak siap menampung banyak penduduk. Selain itu, fasilitasnya masih belum layak dan memadai.
Dia menghabiskan waktu satu setengah pekan di sebuah kamar dengan lima orang lainnya. "Saya khawatir setelah melihat bahwa kita akan tidur di matras di lantai dan kita akan berenam dalam satu kamar. Kita makan bersama serta tak ada isolasi," ucapnya.
Amraa mengungkapkan dia dan teman-teman sekamarnya mengambil tindakan pencegahan, seperti menghindari kontak langsung serta menjaga jarak matras mereka masing-masing sejauh dua meter. Namun, hal itu tak menjamin penyebaran virus.
Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Wilayah Palestina Dr Gerald Rockenschaub menyadari minimnya fasilitas karantina di Gaza. "Kita sudah sangat jelas tentang bagaimana fasilitas karantina seharusnya dan menawarkan dalam hal fasilitas, layanan, dan dukungan. Tapi ini jelas lebih mudah diucapkan daripada dilakukan di Gaza, di mana ada kekurangan substansial dalam hampir semua hal," ucapnya.
Menurut WHO, Gaza hanya memiliki 60 mesin pernapasan dan 45 di antaranya telah digunakan. WHO telah bekerja sama dengan otoritas Israel untuk mengimpor peralatan dan pasokan yang sangat dibutuhkan dari donor internasional.
Kementerian Kesehatan Jalur Gaza mengumumkan penemuan dua kasus pertama Covid-19 22 Maret lalu. Kedua pasien itu baru saja kembali dari Pakistan.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, kedua warganya memasuki Gaza melalui Mesir pada 19 Maret. Mereka sempat dikarantina di Rafah dan terkonfirmasi positif mengidap Covid-19 pada 21 Maret.