REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengusulkan narapidana (napi) kasus korupsi dan narkotika ikut dibebaskan melalui pemberian asimilasi dan hak integrasi. Hingga Rabu (1/4), program pencehahan virus korona atau Covid-19 di lembaga pemayarakatan itu telah membebaskan 13.430 napi dari 30 ribu yang ditargetkan bebas.
Napi kasus korupsi dan narkotika tidak termasuk yang dapat mendapat asimilasi dan hak integrasi karena terganjal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Karena itu, Yasonna akan mengusulkan revisi PP tersebut dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo.
"Jadi kami akan laporkan ini ke ratas nanti agar revisi ini sebagai tindakan emergency bisa dilakukan," ujar Yasonna dalam rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4).
Menurut Yasonna, napi korupsi yang bisa mendapat program tersebut adalah yang sudah berusia 60 tahun ke atas. Kemudian, sudah menjalani 2/3 masa hukumannya. Untuk napi narkotika, yang masa pidananya 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa tahanan.
"Perkiraannya 15 ribu (napi kasus narkotika mendapat asimilasi). Napi korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah jalani masa hukuman 2/3 ada 300 orang," ujar Yasonna.
Selain itu, napi kriminal khusus juga akan mendapat hak tersebut dengan syarat. Ketentuannya, yang sakit kronis dan sudah mejalani 2/3 masa hukumannya.
"Tinggal nanti kita lihat sejauh mana bisa kita tarik ini, tentu saya akan berupaya keras meyakinkan. Karena keinginan kita membuat keadaan semakin baik," kata dia.
Dengan penambahan tiga jenis napi tersebut, Yasonna menargetkan lapas, rumah tahanan, dan lapas anak akan kehilangan hingga 50 ribu napi. Hal itu akan mengurangi kapasitas berlebihan di dalam lapas dan mengurangi potensi penularan virus korona.
"Tentu mengurangi over kapasitas adalah sesuatu strategi yang sangat penting dan wajib dilakukan," ujar Yasonna.