Senin 06 Apr 2020 16:05 WIB

Kasus Covid-19 di Iran Capai Hampir 60 Ribu

Presiden Iran sudah perpanjang larangan kegiatan untuk cegah penyebaran Covid-19.

Rep: Puti Almas/ Red: Indira Rezkisari
Sukarelawan mengenakan masker membantu menjahit seprei untuk kasur rumah sakit. Para wanita relawan bekerja dari masjid di Teheran, Iran, Ahad (5/4). Iran sedang melawan Covid-19 yang cukup memukul negara tersebut.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Sukarelawan mengenakan masker membantu menjahit seprei untuk kasur rumah sakit. Para wanita relawan bekerja dari masjid di Teheran, Iran, Ahad (5/4). Iran sedang melawan Covid-19 yang cukup memukul negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Jumlah kasus infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) di Iran dilaporkan mencapai 58.226 pada Ahad (5/4). Meski demikian, angka ini dinilai bergerak melambat.

Sejauh ini sebanyak 22.011 pasien Covid-19 di Iran dinyatakan telah pulih dari penyakit. Sementara, 4.057 orang dilaporkan tetap berada dalam kondisi kritis.

Baca Juga

Presiden Iran Hassan Rouhani telah memerintahkan perpanjangan larangan seluruh kegiatan maupun acara olahraga hingga April mendatang dalam upaya untuk mengendalikan penyebaran virus. Selain itu, pembatasan lainnya juga diberlakukan untk terus menekan jumlah kasus Covid-19.

Rouhani membantah adanya perbedaan penanganan pandemi antara dua kementerian di Iran. Sejumlah laporan sebelumnya menyebutkan bahwa Kementerian Industri mendesak dimulainya kembali kegiatan-kegiatan ekonomi di negara itu, meski Kementerian Kesehatan menegaskan rencana menerapkan social distancing (pembatasan sosial) pada 27 Maret lalu.

Sementara itu, Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran mengecam langkah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini untuk memblokir pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF) ke negara Timur Tengah itu, yang ditujukan untuk melawan wabah Covid-19. Ia mengatakan bahwa langkah AS adalah contoh nyata kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebelumnya, kepala di bidang hak asasi PBB,  Michelle Bachelet menyerukan sanksi yang dijatuhkan kepada sejumlah negara, salah satunya Iran perlu dievalusi kembali dengan segera, menyusul pandemi virus corona jenis baru yang tengah terjadi. Ia mengatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk menghindari masalah lebih luas.

“Pada saat yang genting ini, baik untuk alasan kesehatan masyarakat global, dan untuk mendukung hak dan kehidupan jutaan orang di negara-negara ini, sanksi sektoral harus dikurangi atau ditangguhkan," ujar Bachelet dalam sebuah pernyataan pada Maret lalu.

Jumlah kasus Covid-19 secara global per Senin (6/4) pagi berdasarkan data Worldometers adalah sebanyak 1.276.732 dan kematian 69.529 orang. Sementara, total pasien yang dinyatakan pulih dari infeksi virus tersebut saat ini telah mencapai 265.956.

AS menempati urutan pertama kasus Covid-19 terbanyak, yaitu 336.851. Disusul oleh Spanyol dengan 131.646 kasus, Italia 128.948 kasus, dan Jerman 100.123 kasus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement