Senin 13 Apr 2020 12:28 WIB

Legislator Kritik Miskoordinasi Pemerintah Soal PSBB

Miskoordinasi itu di antaranya mengizinkan ojek online membawa penumpang saat PSBB.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Anggota DPR RI Achmad Baidowi
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota DPR RI Achmad Baidowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Achmad Baidowi mengkritik pemerintah yang sekali lagi tak sejalan dalam pandemi virus Covid-19 atau corona saat ini. Salah satunya, kembali mengizinkan ojek online membawa penumpang saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Ini sekaligus menunjukkan lemahnya aspek komunikasi dan koordinasi antar instansi di pemerintahan, dalam penerapan PSBB sehingga menghasilkan kebijakan berbeda," ujar dia, Senin (13/4).

Baca Juga

Menurutnya, peraturan yang tertuang dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 Pasal 11 ayat (1) huruf d tersebut ambigu. Sebab, prinsip PSBB itu adalah pembatasan jumlah penumpang dengan semangat phsyical distancing sebagaimana diatur Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.

"Jika pemotor diperbolehkan mengangkut penumpang tentu tidak memenuhi ketentuan phsyical distancing," ujar Baidowi.

Selain itu, ia menilai, lahirnya Permenhub tersebut akan merepotkan dalam implementasi di lapangan. Ia menilai ketentuan tersebut lebih bernuansa ekonomi-politik.

"Padahal, pemerintah sudah menyiapkan paket stimulus Rp 405,1 triliun, dari jumlah tersebut sebagian bisa digunakan sebagian untuk membantu para para ojek online," ujar Baidowi.

Sebelumnya, pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menganggap penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengatur ojek online (daring) akan menjadi masalah di lapangan. Sebab, terjadi tumpang tindih aturan antara Kemenhub dan Kemenkes.

Tercatat, ada dua Peraturan Menteri, yaitu Permenhub nomor 18 tahun 2020 dan Permenkes nomor 9 tahun 2020. Keduanya saling berbenturan misalnya pada Pasal 11 ayat (1) huruf d: “dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan ............”.

Sementara di Pasal 11 ayat (1) huruf c: “Angkutan roda dua (2) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. "Ini menyesatkan. Di lain sisi Permenhub ini bertentangan dengan Permenkes No. 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (10) huruf a di mana penumpang kendaraan baik umum maupun pribadi harus mengatur jarak," ujar Agus dalam siaran pers, Ahad (12/4). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement