REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Sky News melaporkan kondisi Eternal Gardens, di Chislehurst, Inggris telah berubah. Dari mengubur lima mayat sepekan, menjadi 30 karena pandemi Covid-19.
Pada Jumat (10/4) sore, 10 orang dimakamkan dalam barisan, dengan pemisah dari kayu di antara masing-masing tubuh, untuk membuat ruang-ruang terpisah di dalam kubur. Mayat-mayat itu dikubur tanpa peti mati dan dibungkus dengan kain katun murni.
Untuk mengatasi jumlah pemakaman yang terbatas, pihak pemakaman memperkenalkan sistem "penguburan saff".
Metode meletakkan jenazah yang akan dimakamkan dalam satu barisan. 10 jenazah dikubur dalam jarak yang dekat di satu liang, tetapi memiliki bilik individu.
Dikutip di 5 Pillars UK, Eternal Gardens telah menyiapkan dua kuburan. Masing-masing dengan panjang 10 meter dan lebar dua meter, yang dapat menyediakan lahan pemakaman untuk total 40 orang.
"Ini dilakukan atas permintaan dan kebutuhan komunitas Muslim. Mereka mendatangi kami dan mengatakan mereka benar-benar harus meningkatkan kecepatan untuk mengubur orang yang mereka cintai," kata Kepala Eksekutif di Pemakaman GreenAcre, Richard Gomersall, dikutip di //5 Pillars UK//, Rabu (15/4).
Untuk dapat menguburkan jenazah, saat ini harus menunggu selama satu hingga dua pekan. Bagi tradisi Islam, hal ini terlalu lama. Jenazah harus dikuburkan dalam waktu 24 jam setelah kematian.
"Dengan memperkenalkan kuburan saff, kita dapat menguburkan 50 jenazah dalam sepekan. Untuk saat ini, kami mengantisipasi hal itu akan berlangsung selama beberapa pekan mendatang," lanjutnya.
Imam setempat, Suleiman Ghani mengatakan cara yang dilakukan ini tidak sama dengan kuburan massal. Cara ini diambil agar mampu menampung dan memastikan dalam dua hari pihak pemakaman dapat menyiapkan kuburan.
Dia menyebut untuk menggali 10 kuburan individu, mungkin membutuhkan waktu lebih dari sepekan.
"Mengingat banyaknya jumlah yang perlu dikubur, cara ini membuat lebih mudah bagi rumah sakit. Mereka tidak memiliki kapasitas untuk jenazah ini dan itu sangat penting bagi umat Islam. Harus ada penguburan. Tidak ada kremasi yang diizinkan dalam Islam," ucap Imam Suleiman Ghani.
Pemerintah hingga saat ini masih mempertahankan pilihan untuk mengkremasi korban Covid-19. Menurut RUU Covid-19 yang baru, kremasi merupakan upaya terakhir dan setelah mempertimbangkan pandangan agama keluarga.
Namun RUU ini bertentangan dengan keinginan umat Islam dan Yahudi. RUU ini dianggap bukan perlindungan mutlak dari seseorang yang tidak ingin dikremasi. Meski, pemerintah mengatakan tidak bermaksud mengkremasi siapa pun yang bertentangan dengan keinginan mereka.