REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengakselerasi dalam menuntaskan elektrifikasi di 433 desa yang belum menikmati listrik di Indonesia. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) pun sudah menyusun kebijakan strategis dalam menyukseskan program elektrifikasi di wilayah tersebut.
"Secara garis besar ada 3 (tiga) pendekatan yang dilakukan untuk melistriki daerah-daerah terpencil," ujar Direktur Aneka EBT, Harris, Jumat (24/4).
Tiga pendekatan elektrifikasi tersebut, sambung Harris, dilakukan melalui pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, yaitu perpanjangan jaringan (grid), pengembangan off-grid atau mini grid dan program pra-elektrifikasi.
Untuk pendekatan melalui perpanjangan grid bisa diimplementasikan apabila di daerah tersebut sudah dekat dengan jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Metode ekspansi grid bisa diterapkan kalau memang di daerah-daerah situ sudah ada jaringan dan pelanggan yang belum tersambung listrik," ungkap Harris.
Sementara bagi suatu daerah yang penduduknya terpusat dan jauh dari jaringan PLN akan dikembangkan off-grid maupun tabung listrik. "Apabila memang gridnya tidak ada disekitar situ, akan tetapi ada komunitas yang terpusat, ada peluang bisa dikembangkan PLTS Terpusat, PLTMH hingga tabung listrik," jelas Harris.
Terakhir, pendekatan pra-elektrifikasi dipergunakan jika terdapat daerah yang penduduknya tersebar dan butuh biaya besar dalam pemasangan sistem jaringan. "Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) dan tabung listrik bisa menjadi opsi untuk kita gunakan," kata Harris.
Harris mencatat, program LTSHE sangat membantu dalam memberikan penerangan rumah tangga di wilayah terpencil. Bahkan dalam kurun tiga tahun, Pemerintah sudah mendistribusikan LTSHE ke 3.058 desa di wilayah terpencil. Namun program ini akan digantikan dengan tabung listrik pada tahun 2020.
"Untuk 2020 disetop dulu karena kita sedang berencana membuat program tabung listrik. Mungkin prinsipnya tidak persis sama dengan LTSHE, tapi mirip dari sisi penyediaan listriknya, perlu pembangkit EBT di wilayah setempat. Saya harap lebih bagus," jelasnya.
Tiga pendekatan di atas didukung dengan kebijakan atas peningkatan kapasitas infrastruktur EBT baik secara komersial maupun non-komersial. "Untuk komersial kita sudah memberikan ruang sektor swasta berperan aktif masuk ke dalam penyediaan listrik. Tentunya berkontrak dengan PLN," tutur Harris.
Sedangkan untuk non-komersial akan melibatkan pembiayaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah hingga hibah (grand). "Mudah-mudahan langkah ini bisa membuat layanan listrik dari kita lebih baik lagi," tutup Harris.