Rabu 29 Apr 2020 02:07 WIB

Masih Ada Masyarakat yang Abaikan PSBB, Ini Kata Sosiolog

Membangun kesadaran publik perlu terus dilakukan pemerintah.

Sejumlah petugas kepolisian mengatur lalu lintas di Check point PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/4/2020). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperpanjang masa pemberlakuan PSBB selama 14 hari yang dimulai tanggal (29/4/2020) untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 di wiilayah Bodebek (Bogor, Depok dan Bekasi)
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Sejumlah petugas kepolisian mengatur lalu lintas di Check point PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/4/2020). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperpanjang masa pemberlakuan PSBB selama 14 hari yang dimulai tanggal (29/4/2020) untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 di wiilayah Bodebek (Bogor, Depok dan Bekasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih ada masyarakat yang belum menjalankan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran Covid-19. Menurut sosiolog hal ini disebabkan karena belum memiliki sense of crisis atau pemahaman akan krisis.

"Bagi orang yang punya kesadaran tinggi dia akan tetap menjalankan protokol menjaga jarak dan akan berjalan terus. Permasalahan lainnya adalah apakah pengetahuan publik tentang krisis dibangun atau tidak," kata sosiolog Rissalwan Habdy Lubis yang juga staf pengajar Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FisipUI), Selasa (28/4).

Baca Juga

Membangun kesadaran dan pemahaman publik akan krisis yang sedang terjadi, kata dia, perlu terus dilakukan pemerintah untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya dari penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu. Menurut dia, pemerintah masih belum bisa mengkomunikasikan secara luas pemahaman akan krisis dan dampak dari pandemi Covid-19 kepada masyarakat secara keseluruhan.

Oleh karena itu, menurut Rissalwan perubahan sikap sosial tidak akan terjadi secara masif di masyarakat terutama yang berada di akar rumput. Bagi masyarakat dengan literasi yang lebih tinggi, kata dia, kemungkinan masih akan melanjutkan gaya hidup saat pandemi seperti menggunakan masker dan menjaga jarak di tempat umum saat pemerintah menyatakan sudah boleh beraktivitas seperti biasa.

Tapi, menurut dia, hal itu mungkin saja tidak atau belum terjadi kepada masyarakat kebanyakan.

"Orang saat ini belum memiliki sense of crisis (pemahaman krisis). Kalaupun misalnya mereka diperingatkan oleh petugas, mereka akan menuruti saat itu tapi akan kembali melakukannya lagi karena masih tidak paham akan risiko terkena Covid-19," kata Rissalwan Habdy Lubis.

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Sigit Rochadi, juga mengatakan tidak akan ada perubahan yang signifkan dengan interaksi sosial di masyarakat pascapandemi Covid-19. Interaksi sosial, yang sangat dibatasi sekarang dengan imbauan menjaga jarak dan menghindari bersalaman, kata dia, akan kembali dilakukan setelah pemerintah mengumumkan masyarakat dapat keluar dari rumah untuk beraktivitas.

"Tidak terlalu berubah drastis. Begitu kondisinya normal artinya pademinya lewat, saya kira pola hidup masyarakat akan kembali seperti semula. Interaksi sosial juga akan biasa kembali," demikian Sigit Rochadi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement