REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Aturan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus corona telah mengubah kebiasaan belanja masyarakat. Kepala Eksekutif Marks & Spencer, Steve Rowe mengatakan, krisis kesehatan telah memicu perubahan belanja dari toko offline ke internet atau secara online.
Rowe mengatakan, kebijakan bekerja dari rumah telah membuat penjualan pakaian formal menurun tajam. Selama dua bulan terakhir, setelan jas yang dijual oleh Marks & Spencer hampir tak tersentuh.
"Setelan jas kami hampir tidak terjual dan jumlah dasi yang terjual juga mungkin bisa dihitung dengan jari," ujar Rowe dilansir The Guardian.
Rowe mengatakan, perubahan pola belanja makanan juga telah berubah. Gerai supermarket Marks & Spencer sibuk melayani pembeli yang datang untuk belanja mingguan. Sejak pandemi virus corona, mayoritas pelanggan lebih memilih untuk berbelanja sepekan sekali ketimbang harian. Oleh karena itu, stok daging, ikan, buah segar, serta makanan beku dengan ukuran keluarga kerap habis diborong pembeli.
Selain itu, penjualan makanan siap saji mengalami penurunan karena selama pandemi mayoritas warga lebih memilih untuk memasak. Hal ini menyebabkan penjualan rempah-rempah naik tiga kali lipat, termasuk sayuran seperti jamur, paprika, dan tomat yang naik hampir 30 persen.
"Sementara beberapa kebiasaan pelanggan akan kembali normal, orang lain telah berubah selamanya," kata Rowe.
Marks & Spencer telah menutup sekitar 100 hingga 120 gerainya dengan sepertiga penjualan pakaian dilakukan secara online. Marks & Spencer mengatakan, sekitar 365.000 pelanggan telah mengakse situs websitenya selama masa karantina. Dari jumlah tersebut, sebanyak 315.000 pelanggan melakukan pembelian.
Rata-rata pembeli melakukan transaksi belanja online pada jam 3 sore. Ketika itu, akses situs website Marks & Spencer naik hampir 40 persen.