REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Zulhijah tahun ke-6 Hijriah, Rasulullah SAW berkirim surat kepada para raja dan penguasa di dunia, antara lain, Kaisar Najasyi penguasa Abyssinia dan Kaisar Heraclius dari Bizantium. Rasulullah mengajak para raja dan penguasa dunia pada zaman itu untuk memeluk agama Islam.
Afnan Fatani (2006) dalam Translation and the Qur'an, mengungkapkan, dalam suratnya kepada para raja dan penguasa dunia, Rasulullah mencantumkan ayat Alquran. Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawi, menyatakan, ayat Alquran yang dimuat dalam surat Rasulullah SAW itu adalah surah Ali Imran [3] ayat 64.
Itulah, kali pertama ayat Alquran diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Peristiwa itu, menurut Afnan, boleh dikatakan sebagai upaya penerjemahan ayat Alquran untuk pertama kalinya. Proses penerjemahan Alquran didasari pada kebutuhan umat yang berasal dari bangsa non-Arab untuk memahami makna dan pelajaran yang dikandung dalam Alquran.
Apalagi, sejak era kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, wilayah kekuasaan Islam meluas hingga ke luar Jazirah Arab. Keinginan untuk menerjemahkan Alquran juga dikuatkan oleh perintah Allah SWT dalam surah Al-Qamar [54]: 17, Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.
Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah. Betapa tidak. Alquran merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa Ilahiah, yang tak mungkin dapat ditandingi manusia manapun.
Menerjemahkan Alquran selalu menjadi sebuah problematika dan isu yang sulit dalam teologi Islam. Karena Muslim menghormati Alquran sebagai mukjizat dan tak bisa ditiru, ujar Afnan. Terlebih, kata-kata dalam Alquran memiliki berbagai arti bergantung pada konteks sehingga untuk membuat sebuah terjemahan yang akurat amatlah sulit.
Sesungguhnya, menerjemahkan Alquran bukanlah usaha untuk menduplikasi atau mengganti teks Alquran yang asli. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan manusia tidak sama dengan Alquran itu sendiri. Keaslian dan kemurnian Alquran dijaga oleh tangan Ilahi.
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr [15]: 9). Usaha manusia dalam menerjemahkan bahasa Ilahiah sangat bergantung pada kapasitas manusia itu sendiri, ungkap Ziyadul Ul Haq dalam bukunya Psikologi Qurani.
Guru Besar Sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah, Syekh Tamir Salum, mengungkapkan, berdasarkan data sejarah, proses penerjemahan Alquran dalam bentuk surah, untuk pertama kalinya dilakukan oleh sahabat Nabi bernama Salman Al-Farisi. Ia menerjemahkan surah Al-Fatihah atas permintaan umat Muslim di Persia.
Sedangkan, penerjemahan Alquran secara lengkap pertama kali dilakukan pada 884 M di Alwar (Sindh, India sekarang bagian dari Pakistan). Adalah Khalifah Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkan penerjemahan Alquran itu atas permohonan penguasa Hindu, Raja Mehruk.
Sejak saat itulah, penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa di dunia dilakukan. Pada 1936, Alquran telah diterjemahkan ke dalam 102 bahasa di dunia. Di Eropa, penerjemahan Alquran pertama kali dilakukan pada abad ke-12 M. Orang yang menerjemahkan Alquran pertama di Eropa itu bernama Petrus Agung atau Peter The Venerable asal Prancis – seorang kepala biara Gereja Cluny.
Penerjemahan Alquran di Eropa didasari oleh beragam motif. Meski begitu, keaslian Alquran sampai kapan pun akan tetap terjaga. Lalu, bagaimana proses penerjemahan Alquran di nusantara? Pada edisi kali ini, kami mengajak Anda untuk menelusuri jejak penerjemahan Alquran.