REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan Ketua Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) Firli Bahuri tak turut hadir dalam jumpa pers terkait dengan penangkapan mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono pada Selasa (2/6) siang. Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keadaan genting seperti ini seharusnya Firli-lah yang menyampaikannya ke publik.
"Hal ini penting, setidaknya untuk menunjukkan keseriusan pimpinan KPK dalam menangani perkara ini," kata Kurnia kepada Republika, Selasa (2/6).
Diketahui, dalam jumpa pers penangkapan dua buron kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA tersebut hanya dihadiri Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Deputi Penindakan Karyoto dan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Selain ketiga orang tersebut, kedua buron juga sempat ditampilkan hanya dalam beberapa menit. Ghufron beralasan keduanya masih harus menjalani pemeriksaan secara intensif.
Kurnia menuturkan, bila berkaca ke belakang, Ketua KPK pada periode sebelumnya seringkali hadir dalam konferensi pers yang terkait langsung dengan elit kekuasaan. Ia pun memberi contoh saat penetapan tersangka Setya Novanto selaku Ketua DPR RI pada bulan Juli tahun 2017 lalu diikuti langsung oleh Agus Rahardjo selaku Ketua KPK.
Kemudian, penetapan tersangka Irman Gusman selaku Ketua DPD RI pada bulan September tahun 2016 lalu jiga diikuti langsung oleh Agus Rahardjo selalu Ketua KPK. Bahkan, pada saat penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan pada bulan Januari tahun 2015 lalu diikuti langsung oleh Abraham Samad selaku Ketua KPK.
Kemudian, saat penetapan tersangka Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi pada bulan Oktober tahun 2013 lalu juga diikuti langsung oleh Abraham Samad selalu Ketua KPK. Namun, sambung Kurnia, melihat rekam jejak Komjen Firli Bahuri dalam hal akuntabilitas penanganan perkara rasanya hal itu tidak mungkin terealisasi.
"Sebab, dalam perkara sebelumnya saja yang bersangkutan terkesan menutup-nutupi informasi kepada masyarakat," ujar Kurnia.
"Ambil contoh, kejadian dugaan intimidasi pegawai KPK di PTIK dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku dan Wahyu Setiawan, praktis sampai saat ini Komjen Firli tidak menginformasikan apa yang sebenarnya terjadi," tambahnya.