REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, lembaganya masih bekerja untuk mengumpulkan bukti perkara kasus dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia (DI). Firli belum mau mengungkapkan secara gamblang ihwal penetapan tersangka dalam perkara tersebut.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso mengakui telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Hal tersebut ia ungkapkan usai diperiksa penyidik KPK, Jumat (5/6) malam.
"Tim masih bekerja untuk mengumpulkan bukti sehingga perkara jadi terang. Pada saatnya kami akan sampaikan ke rekan-rekan media. Pasti kami sampaikan perkembangannya," ujar Firli saat dikonfirmasi, Senin (8/6).
"Kalau sudah cukup bukti dan tersangka ditemukan baru kami umumkan. Pimpinan menyepakati seperti itu," tambah Firli.
Sebelumnya, pada Jumat malam saat ditanyakan ihwal perkara yang menjeratnya, Budi tidak mau menjelaskannya secara rinci. Budi juga enggan menjawab saat disinggung mengenai dugaan korupsi penjualan dan pemasaran pesawat di PT DI, termasuk pihak lain yang turut menyandang status tersangka.
"Saya tidak tahu itu. Kan direktur yang lain," katanya.
Budi pun enggan menjelaskan mengenai materi pemeriksaan yang dijalaninya hari ini. Budi hanya menyebut penyidik KPK hanya mengonfirmasi mengenai harta kekayaan yang dimilikinya.
"Saya tidak tahu tadi cuma diperiksa tentang laporan harta kekayaan," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Budi yang turut mendampingi,
Muhammad Arief Sulaiman mengungkapkan pemeriksaan pada Jumat malam tersebut penyidik mengonfirmasi ihwal harta Budi apakah sesuai dengan apa yang didapat selama menjadi Dirut PT DI.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan sikap pimpinan KPK yang terkesan menutupi kasus dugaan korupsi di PT DI. Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, menutup diri seolah menjadi ciri khas KPK kini.
"Ciri khas KPK di era Komjen Firli Bahuri yang belum pernah ada sejak lembaga antirasuah ini berdiri adalah tertutupnya akses informasi kepada masyarakat," ujar Kurnia saat dikonfirmasi.
Berdasarkan catatan ICW, lanjutnya, sejak lima pimpinan KPK jilid V dilantik setidaknya ada empat isu krusial yang seakan-akan ingin ditutupi dari masyarakat. Pertama, kasus dugaan penyekapan tim KPK di PTIK saat memburu Harun Masiku dan pihak yang diduga petinggi partai politik.
Kedua, alasan KPK tidak menggeledah kantor DPP PDIP, lalu polemik pengembalian paksa penyidik Kompol Rossa ke institusi kepolisian. Dan kempat perkembangan pencarian buron Harun Masiku.
Kurnia mengingatkan kepada Firli Bahuri dkk agar tidak melupakan dua hal, yakni pertama KPK bertanggung jawab kepada publik. Maka dari itu publik berhak tahu informasi perkembangan penanganan perkara sepanjang tidak masuk pada ranah investigatif.
"Kedua, Pasal 5 UU KPK memandatkan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berpegang pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum," ujar Kurnia.