REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon gugatan adalah Lembaga Kemasyarakatan Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) yang diwakili Ketua Johan Syafaat Mahanani dan Wakil Ketua Almas Tsaqibbirru.
Pengajuan permohonan didaftarkan secara online melalui Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik (SIMPEL) di situs resmi MK. Dikutip berkas pengajuan permohonan yang diunduh dari website MK, pemohon mendaftarkan gugatan pada Senin (8/6) kemarin.
PWSPP mengajukan pengujian Perppu Pilkada terkait Pasal 201A ayat 1 dan ayat 2. Ketentuan ini menyebutkan, pemungutan suara serentak ditunda karena bencana non-alam Covid-19 dan dijadwalkan kembali pada Desember 2020.
Menurut pemohon, pasal itu tidak sesuai dengan kondisi negara yang masih terpuruk karena pandemi Covid-19. Perppu 2/2020 dianggap tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa untuk tetap melaksanakan pemungutan suara serentak pada Desember.
"Pemungutan suara serentak yang tetap akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020 mendatang bertentangan dengan kebijakan pemerintah mengenai social distancing untuk mencegah penyebaran wabah virus Covid-19," tulis pemohon dalam berkas pengajuan permohonannya dikutip Republika.co.id, Selasa (9/6).
Pemohon mengatakan, pandemi Covid-19 yang tidak bisa diprediksi kapan berakhir dan sejumlah negara tetap melaksanakan pemilu lokal maupun nasional di tengah pandemi dengan protokol kesehatan, bukan alasan yang tepat gelar pilkada serentak di Indonesia. Alasan tersebut tidak bisa disamaratakan di Indonesia.
Pemohon menuturkan, seharusnya pemerintah memikirkan rakyat yang saat ini membutuhkan bantuan di tengat pandemi Covid-19 daripada membahas pilkada serentak pada Desember. Menurutnya, jika tahapan pilkada tetap dilaksanakan maka berpotensi peningkatan risiko penyebaran virus corona di daerah dan memperpanjang masa pandemi Covid-19.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 201A ayat 1 dan ayat 2 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. MK juga diminta menyatakan pasal tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai tahapan pilkada serentak dapat dilaksanakan setelah Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencanan nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional dicabut.