REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Sukamta menyayangkan kembali terjadinya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan praktik perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China. Sukamta mengimbau, kepada pemerintah untuk memberi peringatan keras kepada Tiongkok terkait peristiwa tersebut.
"Selama ini pemerintah Indonesia terkesan kehilangan taji ketika berhadapan dengan negara Tiongkok. Indonesia negara berdaulat harus mampu melindungi rakyatnya dimanapun berada," kata Sukamta dalam keterangan persnya kepada Republika, Kamis (11/6).
Menurutnya, pemerintah khususnya Kementerian Luar Negeri harus mengambil langkah-langkah taktis strategis dengan kebijakan-kebijakan diplomasi bermartabat dalam menangani masalah TKI yang bekerja di kapal-kapal asing. Sedangkan dalam urusan dalam negeri harus jelas siapa yang bertanggung jawab terkait hal tersebut antara Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI atau BP2MI.
"Semakin banyak yang mengelola namun nasib TKI kita tidak berubah masih sengsara dan jadi budak di negeri orang," ujarnya.
Politikus PKS tersebut memandang, masalah ABK tidak melalui mekanisme perizinan kerja secara resmi sering kali menjadi alasan pemerintah. Menurutnya, pemerintah terkesan memindahkan kesalahan kepada ABK.
"Padahal jika kasus yang berulang kali terjadi maka ini menandakan ada yang salah dalam sistem kebijakan, kerja dan pengawasan dari pemerintah," tegas Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negri (BPPLN) tersebut.
Sebelumnya diketahui, Kasus dugaan penyiksaan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal berbendera Cina kembali terulang. Kasus ketiga dalam dua bulan terakhir terjadi pada Jumat (5/6), di mana dua orang ABK, Reynalfi dan Andri Juniansyah melompat dari kapal ikan Cina Lu Qian Yua Yu 901 ke laut Selat Malaka karena tidak tahan dengan penderitaan di atas kapal.