REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Willy Aditya mengatakan bahwa pihaknya akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Mengingat saat ini marak terjadi kasus pencurian, pembobolan, dan transaksi data pribadi.
Apalagi beberapa hari lalu, sempat adanya laporan dari pihak yang mengklaim telah meretas sekitar 230 ribu data pasien tes Covid-19 di Indonesia. Lengkap bersama tanggal laporan, status pasien, nama responden, kewarganegaraan, jenis kelamin, usia, nomor telepon, alamat tinggal, keluhan yang dialami, bahkan nomor induk kependudukan (NIK).
“DPR dan pemerintah sudah sejalan untuk bisa segera merampungkan RUU PDP ini. Hanya tinggal beberapa bagian yang dirasa perlu disempurnakan," ujar Willy saat dihubungi, Ahad (21/6).
Ia menjelaskan, RUU PDP memberi kepastian dan keadilan hukum bagi warga yang menyerahkan data pribadinya kepada lembaga atau intitusi tertentu. Selain itu, hak privasi adalah bagian dari hak asasi yang harus dilindungi oleh negara.
“Semua yang mengumpulkan, menyimpan dan mengolah data pribadi warga negara sepatutnya mencegah diri dari pelanggaran hukum. Persetujuan subjek data menjadi kunci kepatuhan," ujar Willy.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menjelaskan, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengirimkan surat presiden (surpres) sebagai tindak lanjut pembahasan RUU PDP. Saat ini, Komisi I masih menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) dari setiap fraksi terkait RUU tersebut.
"Kebutuhan akan RUU PDP sangat penting untuk melindungi data pribadi di era saat ini," ujar politikus Partai Nasdem itu.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa data Covid-19 Indonesia diperjualbelikan di situs gelap. Data itu antara lain berupa tanggal laporan, status pasien, nama responden, kewarganegaraan, jenis kelamin, usia, nomor telepon, alamat tinggal, keluhan yang dialami, bahkan nomor induk kependudukan (NIK).
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membantah adanya kebocoran data terkait pasien Covid-19 di Indonesia. BSSN memastikan bahwa tidak ada akses ilegal yang telah dilakukan pihak tidak bertanggung jawab berkenaan dengan data pasien tersebut.
"BSSN telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas terkait untuk memastikan bahwa tidak ada akses tidak sah yang berakibat kebocoran data pada Sistem Elektronik dan aset informasi aktif penanganan pandemi Covid-19," ujar Juru Bicara BSSN Anton Setiyawan