Selasa 23 Jun 2020 00:55 WIB

Netgrit: Di Negara Lain, Pemilu Saat Pandemi Berantakan

Sekitar 20 negara gelar pemilu saat pandemi terbukti berantakan

Peneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay (kiri)
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pendiri Network for Democrasy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, mengatakan sejumlah negara lain yang tetap menggelar pemilihan umum di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak bisa dinilai sukses, bahkan banyak yang berantakan.

"Ada sekitar 20 negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi dan mereka berantakan mulai dari persiapan, tahapan hingga tingkat partisipasi pemilihnya," kata Pendiri Negrit, Hadar Nafis Gumay, Senin (22/6)

Dia mengatakan hanya satu atau dua negara saja yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi, namun hasilnya juga tidak signifikan.

"Contohnya pemilu yang berhasil yakni pemilu lokal Bavaria di Jerman tingkat partisipasi hanya naik sekitar 3 persen," katanya.

Kemudian, Korea Selatan juga sukses, partisipasi pemilihnya naik tetapi itu pun naik setelah terjadi penurunan dari beberapa kali penyelenggaraan pemilu. Pada 1992, partisipasi di sana sekitar 71 persen, kemudian terus turun, namun pemilu kali ini mengalami kenaikan dari periode empat tahunan sebelumnya menjadi 66,2 persen.

"Mereka (Korea Selatan) juga berhasil karena semuanya sudah siap, sistem dan regulasi mereka siap jika terjadi pandemi, dan sudah berjalan sejak periode-periode sebelumnya karena mereka merancang dan menjalankannya akibat wabah MERS dan SARS, tidak ujug-ujug langsung jalan saja" ucapnya.

Korea Selatan juga menggelontorkan anggaran tambahan yang begitu besar untuk menyukseskan pemilu legislatif yang digelar pada April 2020 lalu tersebut.

"Sementara yang lainnya berantakan, bahkan pra pemilu di Amerika Serikat pun juga berantakan, yang lebih parah Mali dengan tingkat partisipasi pemilih hanya satu digit (7,5 persen)," ucapnya.

Selain 20 negara yang memutuskan untuk tetap melangsungkan pemilu di tengah pandemik, lanjut Hadar, 60 negara lainnya lebih memilih untuk menunda penyelenggaraan pemilihan umum mereka.

"Nah bagaimana dengan Indonesia, menurut saya tidak usah buru-buru dengan menyelenggarakannya mulai saat ini dan hari pemungutan pada 9 Desember. Sebaiknya siapkan dulu dengan matang, dalam beberapa bulan ke depan, setelah itu baru lanjutkan lagi," kata Hadar.

Pilkada di 270 daerah ini butuh persiapan yang matang karena pada situasi normal saja banyak kompleksitas yang terjadi dalam penyelenggaraan apalagi dengan situasi saat ini.

"Akan lebih mahal yang harus ditanggung apabila pilkada kembali tertunda di tengah-tengah penyelenggaraan yang sudah berjalan sebab ketidaksiapan ataupun jadi klaster baru Covid-19, mahal akibat yang ditanggung demokrasi karena berantakan, sebaiknya siapkan secara matang dulu," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement