Jumat 26 Jun 2020 16:50 WIB

FSGI Minta Pemerintah Tegaskan PPDB dengan Sistem Zonasi

Katanya zonasi alias jarak, tapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim (kiri) didampingi Sekjen FSGI Heru Purnomo memberikan keterangan catatan akhir tahun pedididkan 2017 di Gedung LBH Jakarta, Senin (26/12).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim (kiri) didampingi Sekjen FSGI Heru Purnomo memberikan keterangan catatan akhir tahun pedididkan 2017 di Gedung LBH Jakarta, Senin (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pemerintah daerah memperbaiki regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara nasional. Alokasi zonasi murni harus tetap dipertahankan. "Jangan lagi pakai embel-embel lain. Katanya zonasi alias jarak, tapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur. Ini yang bertentangan dengan prinsip zonasi," kata Wasekjen FSGI, Satriwan Salim, Jumat (26/6).

Selain itu, Satriwan mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada orang tua secara detail. Pemerintah bisa menggunakan laman media sosial atau menggandeng perangkat kelurahan. Sosialisasi juga harus dilakukan sejak jauh-jauh hari.

Baca Juga

Satriwan mengatakan, Kemendikbud harus betul-betul melakukan evaluasi terhadap sistem PPDB zonasi. Sebab, selama diberlakukan sejak 2017, sistem ini selalu mengundang protes setiap tahunnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan, sistem zonasi yang diterapkan sekarang harus dibarengi kewajiban pemerintah melakukan distribusi bantuan ke semua sekolah negeri. Sehingga, zonasi yang dilakukan lebih sebagai bentuk upaya memberikan keadilan bagi warga negara dalam menikmati layanan pendidikan.

Ia juga mengingatkan, pendataan dan pemetaan jumlah siswa alih jenjang, termasuk daya tampung dan sebaran guru harus dilakukan. Tingkat ekonomi orang tua, kondisi geografis, dan ketersediaan jaringan internet juga wajib dilihat dalam menentukan zona.

"Jika semua itu tidak dilakukan, jangan harap tujuan PPDB akan tercapai. Mustahil masyarakat khususnya orang tua tidak memprotesnya," kata Satriwan menambahkan.

Sejumlah orang tua melakukan protes terkait kebijakan PPDB yang terjadi di DKI Jakarta. Salah satu indikator siswa dapat diterima di jenjang pendidikan SMP dan SMA adalah usia. Kebijakan usia ini juga dimasukkan ke dalam indikator jalur zonasi.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait hal ini. Berdasarkan diskusi tersebut, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti menjelaskan Pemprov DKI memberlakukan seleksi usia dilatarbelakangi fakta di lapangan.

Masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu. Oleh karena itu, kebijakan baru ini diterapkan, yakni usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan.

Retno juga mengatakan, terkait keberatan indikator usia ini, KPAI telah melakukan pertemuan lanjutan dengan Disdik DKI Jakarta pada Kamis (25/6). Ia menegaskan, KPAI akan terus memantau pelaksanaan PPDB 2020 di berbagai daerah.

Sebelumnya, Kasubbag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sony Juhersoni mengatakan kebijakan PPDB DKI Jakarta berfokus untuk berpihak kepada masyarakat tidak mampu. Ia mengatakan, kebijakan PPDB 2020 DKI Jakarta akan memberikan ruang bagi masyarakat yang selama ini kurang mampu.

"Kebijakan PPDB DKI Jakarta memberikan ruang bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri, serta meminimalisir terjadinya ketimpangan sosial," kata Sony.

Adapun kebijakan PPDB harus berdasarkan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Di dalamnya, persyaratan usia diperbolehkan, selama zona calon peserta didik menjadi indikator utama. Di dalam Permendikbud tersebut, disebutkan persyaratan calon peserta didik baru kelas satu berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan. Peserta didik SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan paling tinggi usia 21 tahun untuk jenjang SMA/SMK. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement