REPUBLIKA.CO.ID, oleh Inas Widyanuratikah, Amri Amrullah, Rr Laeny Sulistyawati
Dinas Pendidikan DKI Jakarta mempersiapkan beberapa opsi bagi calon peserta didik yang tidak diterima dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020 akibat indikator usia dalam jalur zonasi. Nahdiana mengatakan, pihaknya mempersiapkan penambahan rombongan belajar melalui jalur zonasi pada tingkat RW.
"Hari ini kami mengumumkan bahwa pemerintah provinsi melalui dinas pendidikan membuka jalur namanya jalur zonasi untuk bina RW sekolah," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, saat telekonferensi, Selasa (30/6).
Nahdiana menjelaskan, zonasi ini dimaksudkan untuk calon peserta didik yang tinggal satu RW dengan sekolah. Jalur ini akan dibuka pada 4 Juli 2020 dan lapor diri pada tanggal 6 Juli 2020.
"Tentunya, dengan kami menambah kuota untuk menambahkan rasio di tiap kelasnya dari 36 menjadi 40, tentunya dengan berkoordinasi dengan Kemendikbud. Kami minta untuk diizinkan menambah kuota karena banyaknya minat masyarakat yang tinggi," kata dia menambahkan.
Nahdiana menjelaskan, di Jakarta memiliki kondisi RW yang berbeda-beda. Ada RW yang yang ketika ditambah rombongan belajar namun tidak memiliki jumlah calon peserta didik yang terlalu banyak, sehingga kuotanya mencukupi. Namun, ada pula daerah yang memiliki jumlah calon peserta didik lebih banyak sehingga masih ada yang tidak diterima.
"Kepada masyarakat, harus diingat bahwa sebaran penduduknya di tiap sekolah tidak sama. Jadi, ketika satu RW memang banyak, maka usia akan kami lakukan seleksi," kata dia menambahkan.
Selain itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga mengatakan jalur prestasi masih akan dibuka pada 1 Juli. Melalui jalur prestasi, Nahdiana mengatakan, tidak dilakukan seleksi berdasarkan zonasi sehingga calon peserta didik bisa bersaing dengan nilai mereka.
"Jadi bisa bertanding dengan probabilitas yang lebih tinggi, sesuai dengan kemampuan prestasi. Tapi ketika peminat salah satu sekolah peminatnya banyak, ini kembali ke daya tampung," kata dia menambahkan.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan penambahan jumlah siswa dalam satu kelas tersebut masih dibolehkan, asalkan ada alasan kuat untuk penambahan kuota tersebut. Dan ia menilai, penambahan kuota penerimaan calon siswa, melalui jalur zonasi untuk bina RW sekolah seperti yang dilakukan Disdik DKI bisa dilakukan.
"Karena kalau tidak, aspirasi yang besar dari masyarakat ingin memasukkan anaknya ke sekolah negeri banyak yang tidak tertampung," kata Hamid.
Namun, Hamid juga menegaskan jangan sampai penambahan kuota tersebut ikut merugikan sekolah sekolah swasta. Karena bagaimanapun, diakui dia, sekolah swasta ikut membantu angka partisipasi sekolah peserta didik yang cukup besar, dimana sekolah negeri tidak mampu menampungnya. Tetapi khusus untuk Jakarta, menurut dia, hal itu bisa dilakukan dan Disdik DKI sudah membicarakannya.
Pada Senin (29/6), ratusan orang tua siswa berdemo di depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta. Mereka meminta ketentuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang menjadikan umur sebagai indikator dicabut.
Massa telah berkumpul pada pukul 10.00 WIB. Menggunakan mobil komando dan pengeras suara, mereka menyampaikan orasinya agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim turun tangan pada PPDB DKI yang dianggap mendiskriminasi siswa yang berusia muda.
Massa mempermasalahkan syarat PPDB DKI Jakarta yang menyatakan umur dalam zonasi PPDB DKI Jakarta. Massa menilai syarat tersebut tak masuk akal dan meminta Nadiem mencabut aturan yang dikeluarkan Disdik DKI Jakarta.
"Mereka melanggar Permendikbud pak menteri, sebagai menteri apa tindakan bapak menteri?" kata orator melalui mobil komandonya.
Massa yang hadir datang dari berbagai daerah di DKI Jakarta. Massa terus bertambah seiring berlangsungnya demo. Mereka bergantian menyampaikan aspirasi mereka melalui mobil komando.
Apresiasi KPAI
Meski jalur zonasi dalam PPDB tahun ini menginjak keempat kalinya dan masih terjadi masalah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku mendukung sistem ini. Beberapa alasan dukungan mengapa KPAI mendukung pelaksanaan sistem ini di antaranya sekolah negeri bisa diakses semua anak.
"Pertama, pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi negara," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti saat webinar temuan dan pengaduan PPDB DKI Jakarta, Senin (29/6).
Retno menambahkan, kebijakan PPDB sistem zonasi adalah kebijakan yang mencegah pendidikan menjadi pasar bebas sehingga negara wajib mengatur pelaksanaannya agar sekolah dapat diakses semua anak. Ia menambahkan, sistem zonasi dalam PPDB membuka akses bagi semua anak atas sekolah negeri, baik kaya atau miskin, berprestasi atau tidak atau yang pandai maupun tidak.
"Oleh karena itu ada jalur afirmasi bagi si miskin, jalur prestasi bagi yang mampu, jalur zonasi yang dapat diakses orang kaya maupun miskin atau si pandai maupun yang tidak," katanya.
Retno menambahkan, sistem zonasi dalam PPDB yang tidak menggunakan seleksi nilai membuat si miskin yang rumahnya dekat dengan sekolah negeri akhirnya dapat menikmati pendidikan di sekolah tersebut. Ia menambahkan, efek positif lainnya untuk siswa miskin tersebut adalah biaya pendidikan menjadi lebih ringan, tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena ke sekolah bisa berjalan kaki, tidak perlu mengeluarkan biaya makan siang karena sempat makan di rumah, anak memiliki isitrahat yang cukup.
"Jika zonasi benar-benar dilaksanakan ketika PPDB, kemudian saat menentukan zona hijau buka sekolah di era tatanan kehidupan kenormalan baru (new normal) tentu menjadi lebih mudah dan aman karena peserta didik itu kan tinggal di sekitar sekolah itu yang juga di zona hijau," katanya.
Di satu sisi, pihaknya menyadari problem yang selalu muncul sejak PPDB diterapkan 2017 lalu adalah persebaran sekolah yang tidak merata, jumlah sekolah negeri yang tidak bertambah bertahun-tahun lamanya, dan infrastruktur yang tidak memadai. Karena itu, pihaknya merekomendasikan pemerintah harus memastikan kuantitas dan kualitas sekolah dan sarana prasarana sekolah dan tenaga pengajar.
"Tanpa disertai upaya ini, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil tercapai. Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil," ujarnya.