Jumat 03 Jul 2020 12:04 WIB

Dua Alasan 16 RUU Kecuali RUU HIP Dicabut dari Prolegnas

Badan Legislasi DPR mencabut 16 RUU dari Prolegnas Prioritas 2020.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Ormas Banten Bersatu (FOBB) berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di halaman Masjid Agung Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Jumat (26/6). (ilustrasi)
Foto: ANTARA /ASEP FATHULRAHMAN
Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Ormas Banten Bersatu (FOBB) berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di halaman Masjid Agung Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Jumat (26/6). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Baca Juga

Baleg DPR RI pada Kamis (2/7) resmi mencabut 16 Rancangan Undang-undang dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Keputusan tersebut diketok dalam rapat kerja dengan pemerintah dan DPD dengan agenda evaluasi prolegnas prioritas tahun 2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7).

"Kita ketok ya? Pak menteri setuju ya? Baik, terima kasih," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Sehari sebelumnya, Supratman memaparkan, pengurangan Prolegnas 2020 ini melihat pada pandemi Covid-19 yang belum tuntas. Sehingga, kata dia, DPR RI harus realistis melihat target. Di samping itu, berdasarkan koordinasi dengan Komisi maupun anggota, ada sejumlah RUU yang belum berjalan pembahasannya, sehingga diminta untuk ditarik dari prolegnas.

"Kita sekali lagi ingin realistis dengan kondisi pascacovid seperti ini, kemudian ruang untuk melakukan pertemuan-pertemuan dengan publik secara langsung dalam rangka meminta masukan juga terkendali," kata politikus Gerindra itu.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan ada dua pertimbangan sebanyak 16 RUU dikeluarkan dari Prolegnas 2020 dan direlokasi menjadi Prolegnas 2021.

"Pertama, karena secara pembahasan dan progres pembahasannya tidak menunjukkan indikasi akan dituntaskan sampai Oktober 2020," kata Willy kepada Antara di Jakarta, Jumat (3/7).

Willy mengatakan, Baleg DPR memiliki mekanisme untuk mengevaluasi prolegnas, yaitu meminta pendapat masing-masing komisi di DPR, RUU mana saja yang tidak bisa selesai pada Oktober 2020. Menurut politikus Partai Nasdem itu, kalau RUU yang tidak bisa diselesaikan hingga batas akhir Oktober 2020, maka akan direlokasi ke Prolegnas 2021.

"Kami punya mekanisme untuk evaluasi prolegnas bersama komisi-komisi. RUU mana saja yang tidak bisa diselesaikan pada Oktober 2020, ditarik dan direlokasi ke prolegnas tahun berikutnya, nanti dimasukkan pada Oktober 2020 (pembahasan daftar RUU Prolegnas 2021)," ujarnya.

Willy menjelaskan, pertimbangan kedua, langkah merelokasi 16 RUU tersebut untuk menghindari over-ekspektasi dalam menyelesaikan target RUU prioritas 2020. Karena menurut dia, tenggat waktu penyelesaian semua RUU dalam Prolegnas 2020 adalah Oktober 2020 sehingga diperlukan rasionalisasi dalam menyelesaikan pembahasan RUU.

"Beban (penyelesaian RUU dalam Prolegnas 2020) terlalu berat maka untuk menghindari over-ekspektasi dari banyak kalangan maka kami rasionalisasi," katanya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem itu mengatakan Baleg DPR mengajak diskusi semua komisi sebelum memutuskan merelokasi 16 RUU dari Prolegnas Prioritas 2020. Menurut dia, masing-masing komisi memberikan evaluasi yang dibahas lalu berkomitmen RUU tidak direlokasi dari Prolegnas 2020 akan diselesaikan pada Oktober 2020.

"Misalnya Komisi I DPR hanya bahas 1 RUU yaitu Perlindungan Data Pribadi yang merupakan usul inisiatif pemerintah sementara itu RUU Keamanan Siber, RUU Penyiaran, dan RUU Bakamla direlokasi," katanya.

Dari belasan RUU yang dicabut, tidak ada RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang menjadi kontroversi. Menurut Willy, RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020, karena saat ini sudah menjadi domain pemerintah.

"DPR sudah ada aturannya, jika RUU sudah diambil keputusan di Rapat Paripurna maka untuk membatalkannya harus di paripurna. Lalu saat ini RUU HIP sudah masuk ranah pemerintah maka tunggu pemerintah karena saat ini domainnya bukan di DPR," kata Willy, menerangkan.

Willy mengatakan, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sudah menjelaskan bahwa pemerintah punya waktu 60 hari kerja setelah DPR mengirimkan RUU HIP. Menurut Willy, sebelum batas waktu itu, pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (surpres), isinya bisa membatalkan atau menindaklanjuti RUU HIP.

"Sebelum batas waktu itu pemerintah akan kirimkan Surpres, bisa membatalkan, bisa tindaklanjuti, bahkan Surpres tanpa Daftar Inventarisir Masalah (DIM) pun tidak bisa dibahas," ujarnya.

Karena itu menurut dia, masyarakat lebih baik menunggu DIM dari pemerintah, apakah sesuai ekspektasi publik atau tidak terkait RUU HIP Willy mengatakan, saat ini DPR menunggu Surpres terkait RUU HIP sehingga, menjadi 'salah alamat' kalau meminta Baleg mengeluarkan RUU tersebut dari list Prolegnas Prioritas 2020.

"Kalau ada yang menanyakan kenapa Baleg tidak mengeluarkan RUU HIP dari Prolegnas 2020, itu namanya 'salah alamat'. DPR adalah lembaga resmi sehingga ada prosedur dan mekanisme yaitu menunggu Surpres dari Presiden," katanya.

Dalam rapat dengan Baleg DPR, Kamis (2/7), Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, menurut UU, pemerintah mempunyai waktu 60 hari untuk merespons. Menurut dia, pemerintah terus mengkaji, dan akan menindaklanjuti masukan melalui penghapusan pasal atau rapat pembahasan bersama.

"Pemerintah masih punya jangka waktu panjang sejak diserahkan DPR," kata Yasonna.

Yasonna menjelaskan, sejumlah opsi yang bisa dilakukan pemerintah antara lain bisa melalui mekanisme daftar penghapusan pasal-pasal tertentu. Kemudian bisa juga dengan menyurati DPR dalam membentuk rapat bersama untuk melakukan pembahasan kelanjutan RUU HIP.

"Nanti kita lihat perkembangannya. Pemerintah masih mempunyai jangka waktu yang panjang, masih ada waktu sejak diserahkan oleh DPR," ujarnya.

Adapun 16 RUU yang dicabut dari Prolegnas Prioritas 2020:

  1. RUU tentang Badan Siber Sandi Negara (BSSN)
  2. RUU Penyiaran
  3. RUU Pertanahan
  4. RUU Kehutanan
  5. RUU Perikanan
  6. RUU Jalan
  7. RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  8. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PK-S)
  9. RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  10. RUU Gerakan Pramuka
  11. RUU Otoritas jasa Keuangan
  12. RUU Pendidikan Kedokteran
  13. RUU Kefarmasian
  14. RUU Sistem Kesehatan Nasional
  15. RUU Tentang Perlindungan dan Bantuan Sosial
  16. RUU Kependudukan dan Keluarga Nasional

Selain 16 RUU di atas,  DPR menambah sejumlah RUU untuk dimasukan ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Yaitu, RUU tentang Jabatan Hakim yang merupakan usulan DPR, dan RUU tentang Kejaksaan yang diusulkan DPR dan pemerintah. Sementara RUU usulan pemerintah yang dimasukan ke dalam RUU Prolegnas Prioritas 2020 antara lain RUU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

 

Kemudian, Baleg juga mengganti RUU tentang Penyadapan dengan RUU tentang Bank Indonesia. Lalu RUU tentang Keamanan Laut juga diganti dengan RUU Landasan Kontinen Indonesia.

photo
Kontroversi RUU HIP ditengah Pandemi Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement