Jumat 03 Jul 2020 16:40 WIB

Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina

Perkawinan tidak mengurangi dosa berzina.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina. Foto Ilustrasi: Jangan Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina. Foto Ilustrasi: Jangan Berzina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Perkawinan kerap dijadikan cara untuk menutup aib kehamilan karena berzina. Pihak keluarga biasanya akan mengawinkan perempuan tersebut dengan orang hang menzinainya atau orang lain yang bersedia menutup aib si perempuan beserta keluarganya.

Sebelum beralih ke sisi hukum dalam Islam, pakar tafsir Alquran Prof M Quraish Shihab menegaskan dalam bukunya berjudul Perempuan, bab Kawin Hamil, bahwa perkawinan sama sekali tidak mengurangi dosa orang yang telah berzina, begitu juga dampak yang akan diterima anak yang akan lahir. Secara umum, pernikahan yang dilakukan setelah kehamilan dinilai sah oleh banyak ulama, walaupun ada sebagian kecil yang menolak.

Baca Juga

Ibnu Abbas RA berpendapat bahwa hubungan dua jelas kelamin yang tidak didahului pernikahan yang sah, lalu dilakukan setelahnya pernikahan yang sah, menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal. “Dengan kata lain, sama saja dengan keadaan seseorang mencuri buah dari sebuah kebun, kemudian dia membeli kebun itu beserta seluruh buahnya. Jadi apa yang dicurinya tetap haram, sedangkan yang dibelinya setelah pencurian itu adalah halal, ini pendapat Imam Syafi’i dan Abu Hanifah,” tulis Quraish Shihab yang dikutip Republika, Jumat (3/7).

Namun Imam Malik menilai bahwa orang yang berzina kemudian menikah, maka pernikahan tersebut tidaklah sah. Begitu pula dengan hubungan badan keduanya adalah haram sepanjang janin, hasil hubungan di luar nikah, masih berada di kandungan. “Menurut Imam Malik, Pernikahan baru sah bila akad nikah dilakukan setelah kelahiran sang anak,” tulis Quraish Shihab. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement