Selasa 07 Jul 2020 04:08 WIB

Penjelasan Menteri Edhy Soal Kebijakan Lobster

Menteri Edhy sebut tak beri keistimewaan pada perusahaan tertentu terkait lobster.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ratna Puspita
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Rapat itu membahas perkembangan program strategis kementerian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi yang terdampak COVID-19.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Rapat itu membahas perkembangan program strategis kementerian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi yang terdampak COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku tidak memberi keistimewaan terhadap perusahaan tertentu terkait regulasi lobster. Dia juga menjamin tidak memiliki motif pribadi selain demi nelayan dan kemajuan budidaya lobster.

"Dulu dipermasalahkan karena pertama kali keluar sembilan perusahaan, diberi privilege. Sembilan apa itu sedang berproses semua dan dari 26 yang ada ini terus berjalan sampai 31 terus lagi, siapa pun silakan masuk," ujar Edhy saat memberikan penjelasan terkait persoalan lobster di rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (6/7).

Baca Juga

Dalam pemberian izin, Edhy mengaku melibatkan seluruh jajarannya di KKP, mulai dari dirjen, sekjen, hingga irjen, untuk melakukan pengawasan. Edhy menyebut semangat pemberian izin penangkapan benih lobster untuk menghidupi nelayan yang selama ini bergantung dari komoditas tersebut. 

Edhy mengungkapkan, berdasarkan kajian akademis, persentase kelangsungan hidup (survival rate) benih bening lobster jika dibiarkan di alam hanya 0,02 persen atau hanya satu dari 20 ribu yang bakal tumbuh hingga dewasa. Sebaliknya, jika dibudidayakan, survival rate benih losbter bisa meningkat 30-80 persen, tergantung metode budidayanya.

"Kalau ditanya berdasarkan apa kami memutuskan, sebetulnya berdasarkan nilai historis kemanusiaan karena rakyat kita butuh makan dan berdasarkan penelitian juga ada," ungkap Edhy.

Potensi lobster di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, lebih dari 27 miliar. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari enam jenis lobster yang terdapat di Indonesia, dua di antaranya pasir dan mutiara tergolong sebagai komoditas populer.

"Dulu Indonesia pernah bekerjasama penelitian dengan Australia yang sekarang meneliti lobster bisa sampai ke pengembangbiakan sendiri, dihentikan selama 5 tahun terakhir ini, saya tidak tahu alasannya. Tapi yang jelas kita lanjutkan lagi kerjasama itu untuk mendalami lebih jauh," lanjut Edhy.

Guna menjaga keseimbangan, Edhy memastikan, KKP telah memagari regulasi lobster melalui beleid pembudidaya wajib melakukan pelepasliaran (restocking) 2 persen dari hasil panen. Selain itu, KKP juga akan terus melakukan pengawasan serta tak ragu mencabut izin perusahaan yang melanggar ketentuan.

"Tidak boleh dibawah Rp 5 ribu (harga dari nelayan) tidak ada penekanan harga, kalau ada perusahaan yang menekan harga itu, akan langsung cabut. kontrolnya sangat mudah, semua terdata di mana tempatnya, dimana mereka berusaha," kata Edhy.

Edhy mengaku ekspor benih bening lobster akan dihentikan pada waktu tertentu atau ketika pembudidaya lobster sudah bisa menampung tangkapan nelayan penangkap. Edhy menilai kebijakan ini didukung anggota DPR. 

Anggota Komisi IV Ahmad Ali menyebut semangat budidaya lobster sangat bagus untuk mensejahterakan nelayan dan kepentingan bangsa. "Sejak awal kami mendukung kebijakan-kebijakan KKP, terutama yang hari ini ramai dibicarakan soal lobster itu didukung oleh fraksi NasDem. Sepanjang ini dibudidayakan dan diekspor untuk kepentingan masyarakat akan kita dukung," kata Ahmad Ali. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement