REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Banyaknya kejadian pengunjung yang tidak mengikuti aturan hingga tidak mempedulikan aturan adat dikeluhkan masyarakat di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten atau yang lebih dikenal sebagai Suku Baduy. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak akan membangun pusat informasi Suku Baduy sebagai panduan pengunjung.
Kepala Bidang (Kabid) Destinasi Dinas Pariwisata Lebak Luli Agustina menjelaskan nantinya pengunjung yang ingin datang ke pemukiman Baduy harus mendatangi tempat pusat informasi Suku Baduy. Langkah ini perlu untuk menjaga kelestarian adat dan budaya Baduy di tengah ramainya kunjungan ke daerah tersebut.
"Kemarin dibahas, jadi memang kita inginnya ada semacam tourist information center (TIC). Jadi setiap orang yang mau ke sana (permukiman Suku Baduy) harus ke tempat informasi dulu," kata Luli, Senin (20/7).
Nama pusat informasi untuk panduan pengunjung disebut Luli akan disesuaikan dengan bahasa dan keinginan Suku Baduy. "Kalau bahasa kita kan namanya TIC, tapi nanti akan disesuaikan dengan bahasa mereka (Suku Baduy)," ungkapnya.
Pusat informasi Baduy menurutnya cukup penting untuk menekan pelanggaran pengunjung terhadap aturan adat saat berada di permukiman Suku Baduy. Perilaku membuang sampah sembarangan hingga memotret objek yang dilarang Suku Baduy merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan pengunjung.
"Ini memang baru wacana. Tapi kita memang memerlukan pusat informasi di suatu destinasi apalagi yang terkait dengan budaya yang butuh pemahaman adat istiadat di dalamnya. Di sana dijelaskan aturan pemakaian ponsel, drone untuk memfoto, guide (pemandu) juga akan dikumpulkan di situ," jelas Luli.
Seperti diketahui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga menyebut akan mendukung permintaan masyarakat Suku Baduy untuk menjaga kelestarian adat dan budaya baduy. Pengunjung yang hendak datang ke perkampungan Suku Baduy juga harus menghormati dan mematuhi aturan adat yang sudah ada.
“Kita menganut sustainable tourism. Artinya kita menjaga agar (wisatawan) tidak bejibun datang, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan fisik dan budaya sehingga budaya itu tetap eksis, fisiknya tetap lestari,” kata Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hari Santosa Sungkari.