Senin 03 Aug 2020 21:13 WIB

MA Tolak PK Perkara Syafruddin Temenggung yang Diajukan KPK

MA menilai PK yang diajukan KPK tidak memenuhi persyaratan formil.

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7) setelah Mahkamah Agung menerima kasasinya. (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7) setelah Mahkamah Agung menerima kasasinya. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menyatakan, menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan KPK dalam perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Permohonan PK yang diajukan oleh Penuntut Umum pada KPK dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit Perkara PK dan Grasi pidana khusus pada MA ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (3/8).

Baca Juga

Sidang perdana permohonan PK dalam perkara tersebut telah dilangsungkan pada 9 Januari 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Persyaratan formil yang dimaksud menurut Andi, adalah pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP, putusan MK No.33/PUU-XIV/2016 dan SEMA No. 04/2014.

Pasal 263 ayat (1) KUHAP berbunyi, "Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung."

"Berdasarkan hal tersebut maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsyad Temenggung dikirim kembali ke PN Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020," kata Andi.

Artinya permohonan tersebut bahkan tidak sampai ke majelis hakim PK di MA.

"Tidak sampai ke majelis PK," ungkap Andi.

Sebelumnya, MA dalam putusan kasasinya memutuskan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung tidak melakukan tindak pidana dalam perkara dugaan korupsi penghapusan piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Syafruddin berdasarkan putusan kasasi MA pada 9 Juli 2019 diperintahkan untuk dikeluarkan dari rumah tahanan KPK.

Padahal, putusan majelis Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 September 2018 menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta terhadap Syafruddin. Bahkan pada 2 Januari 2019 Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis menjadi 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar.

JPU KPK mengajukan tiga alasan dalam permohonan PK tersebut. Alasan pertama, anggota majelis hakim melanggar prinsip imparsialitas dalam memutus perkara.

Menurut JPU KPK, salah satu anggota majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara kasasi adalah Syamsul Rakan Chaniago berkomunikasi dengan salah satu penasihat hukum Syafruddin yaitu Ahmad Yani. Perbuatan hakim Syamsul dinilai JPU KPK yang berkomunikasi dan bertemu dengan Ahmad Yani selaku penasihat hukum Syafruddin telah melanggar pasal 5 ayat 3 huruf e Peraturan bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial tentang panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

JPU KPK juga menyatakan, ada yurisprudensi putusan hakim yang mengabulkan permohonan PK dari Jaksa di antaranya adalah Muchtar Pakpahan, Pollycarpus Budihari Priyanto dan Djoko S Tjandra. Namun, MA dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung berpendapat lain.

Pihak KPK akan mempelajari kembali putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan PK terkait dengan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung.

"KPK menghormati putusan MA untuk mengembalikan berkas perkara tersebut. Namun, KPK akan pelajari dan kaji kembali terkait dengan putusan tersebut, termasuk mengenai kemungkinan langkah hukum apakah yang bisa diambil berikutnya," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ali mengungkapkan, bahwa PK oleh JPU KPK itu ditolak MA sebelum ada penunjukan majelis hakim karena jaksa dianggap tidak memenuhi syarat formil untuk melakukan PK sebagaimana ketentuan yang berlaku.

"Berkas dikirim kembali ke PN Jakarta Pusat dengan surat tertanggal 16 Juli 2020," tuturnya.

Sebelumnya, pada tanggal 17 Desember 2019, sebagai upaya maksimal yang dilakukan dalam penanganan perkara Syafruddin, KPK telah mengirimkan permohonan PK atas putusan kasasi MA.

"KPK memandang ada beberapa alasan hukum sebagai dasarnya, antara lain adanya kekhilafan hakim dalam putusan tingkat kasasi tersebut dan terdapat kontradiksi antara pertimbangan dan putusan," kata Ali.

photo
Kinerja KPK menjadi sorotan publik. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement