REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya meminta perkantoran di Ibu Kota menambah jarak waktu kerja (shift) karyawan minimal empat jam. Hal ini dinilai dapat mengurai kepadatan lalu lintas di jam sibuk dan antrean penumpang pada transportasi umum.
Adapun sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Nomor 1477 Tahun 2020 mengatur jam masuk kerja karyawan atau pegawai di perkantoran menjadi dua shift dengan jeda minimal tiga jam.
"Shift terlalu pendek. Itu yang menyebabkan para pelaju tetap berangkat kerja di jam yang sama dengan saat belum ada pembagian shift," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/8).
Di sisi lain, sambung Teguh, keputusan Pemprov DKI menerapkan kembali sistem ganjil genap dinilai tidak dapat mengurai kepadatan lalu lintas di Jakarta. Padahal, jelas dia, jumlah kasus positif Covid-19 terus mengalami peningkatan, bahkan muncul klaster perkantoran.
Menurut Teguh, penerapan sistem ganjil genap dapat menimbulkan klaster transportasi umum. Sebab, para pemilik kendaraan pribadi akan beralih menggunakan transportasi umum.
Oleh karena itu, Ombudsman Jakarta meminta Pemprov DKI segera mengkaji penambahan jarak waktu kerja antar karyawan. "Ombudsman Jakarta Raya mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian terhadap kebijakan tersebut. Hal yang sangat mungkin adalah memberi rentang waktu shift yang lebih panjang dengan jumlah jam kerja yang lebih pendek," papar Teguh.
"Misalnya, shift pertama mulai pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB, sementara shif kedua mulai pukul 11.00 WIB dan pulang pukul 18.00 WIB," sambungnya.
Flori sidebang