REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertahanan, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan, program Bela Negara yang rencananya akan diterapkan di tingkat universitas bukan berupa pendidikan militer. Menurutnya, program Bela Negera tidak melulu terkait dengan militerisasi.
"Itu bukan pendidikan militer. Itu bela negara. Bela negara dan militer. Kalau militer itu kan kesannya militerisasi. Tapi kalau bela negara kan berbeda itu," ujar Trenggono dalam sebuah wawancara radio, Rabu (19/8) lalu.
Trenggono menjelaskan, bentuk pembelajaran terhadap mahasiswa yang mengambil program Bela Negara masih dalam proses diskusi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut dia, program tersebut akan berkolaborasi dengan program yang dimiliki oleh Kemendikbud, yakni program Merdeka Belajar. "Misal satu semester mereka ikut pendidikan bela negara. Ikut pendidikan disiplin dan lain-lain," katanya.
Trenggono juga menerangkan, program Bela Negara tersebut nantinya tidak akan sama dengan pendidikan militer. Para mahasiswa yang mengikuti program tersebut hanya akan diberikan pelajaran mengenai hal yang berkaitan dengan bela negara dan tak ada pelatihan militer seperti calon perwira. "Bukan militer tapi latihan bela negara. Tapi seolah mirip militer, tapi bukan. Itu latihan disiplin ketangkasan dan sebagainya itu," kata dia.
Sebelumnya, Trenggono mengatakan, program Bela Negara yang hendak dimasukkan ke dalam pelajaran di kampus memang masih dalam pembicaraan. Menurut dia, program tersebut hanya akan menjadi pilihan, tidak wajib untuk diikuti.
"Pilihan dan tidak wajib. (Sekarang) sedang dalam pembicaraan, intinya kan menyadarkan generasi milenial penting nya Bela Negara," ujar Trenggono saat dihubungi melalui aplikasi pesan singkat, Selasa (18/8).
Trenggono menjelaskan, rencana itu berdasarkan program Bela Negara yang dimiliki Kementerian Pertahanan dan program Merdeka Belajar yang dimiliki Kemendikbud. Kemhan, kata dia, akan menawarkan para mahasiswa maupun mahasiswi program Bela Negara tersebut.