REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengevaluasi teknis tahapan pilkada berikutnya yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19. Hal ini berkaca pada terjadinya kerumunan masyarakat yang ikut mengantarkan bakal pasangan calon (bapaslon) melakukan pendaftaran pencalonan Pilkada ke kantor KPU.
"Akan dilakukan evaluasi sekaligus mempersiapkan tahapan selanjutnya," ujar Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, kepada Republika, Ahad (6/9).
Tahapan pilkada berikutnya yang sangat berpotensi memicu perkumpulan orang banyak ialah kampanye. Ia mengatakan, KPU akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait untuk mengantisipasi pelaksanaan kampanye agar tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
Ia mengatakan, KPU sedang melakukan proses perubahan terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang kampanye pilkada. Akan tetapi, penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 dalam kampanye sudah diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.
Sanksi pun sudah diatur yang dapat ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Sanksi berupa teguran, tidak dibolehkannya pelanggar protokol kesehatan mengikuti kegiatan pilkada, hingga didiskualifikasinya bapaslon dari keikutsertaan dalam pilkada.
Raka mengatakan, tidak hanya PKPU tersebut yang menjadi landasan hukum penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Ada banyak peraturan dan perundang-undangan yang bahkan mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Inti permasalahannya apakah pada pengaturan normanya ataukag pada implementasinya. Hal ini tentu sangat penting untuk dikaji dan dicarikan jalan keluarnya," tutur Raka.
KPU meminta bapaslon dan partai politik pengusung selalu mentaati protokol kesehatan. Bahkan, peserta pilkada juga harus mengajak masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan tersebut.
"Untuk itu diperlukan koordinasi intensif sehingga upaya-upaya pencegahan dan penegakan hukumnya bisa efektif," kata Raka.