REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath, Arif Satrio Nugroho, Antara
Kasus Djoko Tjandra terus bergulir. Kini terungkap isi percakapan yang diduga antara Pinangki Sirna Malasari dan pengacara Anita Kolopaking. Sosok King Maker disebut-sebut dalam pembicaraan WhatsApp itu.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan sebagian isi percakapan yang menyebutkan istilah 'King Maker'. Dikatakan Boyamin, sosok 'King Maker' yang membuat Pinangki bersama teman dekatnya bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Malaysia.
Tak hanya itu, Boyamin menyebut 'King Maker' merupakan pihak yang mengetahui proses pengurusan agar Djoko Tjandra terbebas dari eksekusi.
"Untuk pertanggungjawaban kepada publik terkait dengan istilah 'Bapakku dan Bapakmu' dan istilah 'King Maker' maka bersama ini dipublikasikan foto dari print-out sebuah narasi yang diduga percakapan melalui sarana WA handphone antara PSM (Pinangki Sirna Malasari) dan ADK (Anita Dewi Kolopaking) dalam melakukan pengurusan fatwa untuk membantu pembebasan JST (Djoko S Tjandra) dari perkara yang membelitnya berupa penjara 2 tahun atas perkara dugaan korupsi cessie hak tagih bank Bali," ujar Boyamin dalam pesan singkatnya, Senin (21/9).
Salah satu percakapan yang diungkapkan Boyamin adalah sebagai berikut:
"Bapak saya ke berangkat ke puncak tadi siang ini jam 12"
"Pantesan bapak jadi tidak bisa hadir"
"Bukan itu juga bu"
"Karena King Maker belum clear juga"
Boyamin mengatakan, print out seluruh dokumen terdiri 200 halaman tersebut telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan MAKI telah melakukan penjelasan kepada KPK disertai tambahan dokumen lain dan analisa yang relevan pada Jumat (18/9). Bahan-bahan tersebut, kata Boyamin, sememestinya dapat digunakan oleh KPK untuk melakukan supervisi dalam gelar perkara bersama-sama Bareskrim dan Kejagung pada pekan ini.
Boyamin menegaskan, MAKI akan terus meminta KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan baru atas bahan materi 'Bapakku dan Bapakmu' dan 'King Maker' dikarenakan telah terstruktur, sistemik dan masif atas perkara rencana pembebasan Djoko Tjandra. Bila tidak ada tindakan lebih lanjut dari KPK, pihaknya akan melakukan gugatan praperadilan.
"Ke depannya kami tetap mencadangkan gugatan praperadilan terhadap KPK apabila tidak menindaklanjuti bahan-bahan yang telah kami serahkan," tutur Boyamin.
"Praperadilan yang akan kami ajukan nanti adalah juga dipakai sarana untuk membuka semua isi dokumen tersebut agar diketahui oleh publik secara sah di hadapan hakim," tambah Boyamin.
Pekan lalu Boyamin sudah pernah mengungkap sedikit tentang sosok 'King Maker'. Ia adalah orang yang mengetahui proses jaksa Pinangki bertemu Djoko Tjandra bersama Rahmat. "King maker ini mengetahui proses-proses itu, ketika Pinangki pecah kongsi dengan Anita (Anita Dewi Kolopaking) dan hanya mendapatkan rezeki seakan-akan Anita dari Djoko Tjandra. Maka 'King Maker' ini berusaha membatalkan dan membuyarkan PK (peninjauan kembali) itu sehingga terungkap di DPR segala macam itu, 'King Maker' di belakang itu semua," ujarnya.
Namun begitu, Boyamin enggan menjelaskan lebih lanjut siapa sosok 'King Maker' yang dimaksud. Boyamin tidak secara jelas apakah sosok yang dimaksud berasal dari unsur penegak hukum atau bukan. Tetapi, ia mengatakan sosok tersebut mengetahui pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait bebasnya Djoko Tjandra.
"Jadi setidaknya dia senang dan ketawa ketika paketnya PK-nya Anita itu bubar dan akhirnya karena ramai kemudian ditolak karena Djoko Tjandra tidak berani masuk," ujar Boyamin.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, juga siap menindaklanjuti laporan dugaan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra. "Jika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti maka KPK dapat langsung mengambil alih dan menindaklanjutinya sendiri," ujar Nawawi saat dikonfirmasi, Ahad (20/9).
Terlebih, sambung Nawawi, kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dilimpahkan ke persidangan oleh Kejaksaan Agung. Sehingga, KPK memiliki kewenangan meneruskan penyelidikan berdasarkan informasi dari masyarakat yang tak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung
"Insya Allah karena berkas Jaksa P telah dilimpahkan ke persidangan, maka terbuka bagi KPK untuk memulai penyelidikan pada nama-nama yang disampaikan MAKI sepanjang memang didukung bukti yang cukup untuk itu," terang Nawawi.
"Hal ini selaras dengan ruang yang dibuka oleh pasal 10A ayat (2) huruf (a) UU nomor 19 tahun 2019," tambah Nawawi.
Untuk diketahui, dalam Pasal 10A disebutkan (1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. (2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan, kepolisian dan/atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. (4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(5) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Badan Reserse Kriminal Polri akan melimpahkan revisi berkas perkara tahap I ke kasus dugaan suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari buron Interpol atau red notice ke Kejaksaan pada pekan depan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi masih melengkapi kekurangan. "Secepatnya ya, kalau pekan ini sudah lengkap, pekan depan akan dilimpahkan," ujar Awi saat dikonfirmasi Sabtu (18/9).
Sebelumnya, Bareskrim telah melimpahkan berkas perkara tersebut ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung pada (2/9). Namun, selang sepekan lebih kemudian, pada 11 September 2020, JPU memulangkan berkas tersebut lantaran dinilai belum lengkap.
Bareskrim sebelumnya sudah melakukan serangkaian pemeriksaan pada para tersangka.Dalam kasus terkait Red Notice ini, Bareskrim telah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Penyidik juga menetapkan Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka dalam kasus ini. Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi diduga berperan sebagai pemberi suap, sedangkan Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon menjadi penerima suap.
Kasus terhapusnya red notice Djoko Tjandra diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belakangan diketahui, nama Djoko sudah terhapus dari red notice Interpol dan daftar cekal Direktorat Jenderal Imigrasi sehingga memudahkan pergerakannya meski akhirnya tertangkap.