Rabu 23 Sep 2020 09:10 WIB

Kerawanan Penggunaan Hak Pilih Dikhawatirkan di Pilkada 2020

Faktor yang memengaruhi kerawanan di anataranya Covid-19. 

Pilkada kala pandmei Covid-19. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 dengan menyoroti tahapan Kampanye terutama di masa pandemi Covid-19.
Foto: Republika
Pilkada kala pandmei Covid-19. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 dengan menyoroti tahapan Kampanye terutama di masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 dengan menyoroti tahapan Kampanye terutama di masa pandemi Covid-19. Salah satu kerawanan yang disoroti adalah soal penggunaan hak pilih.

Bawaslu mencatat, terdapat lebih dari 50 daerah dengan kerawanan tinggi adalah soal hak pilih. Sejumlah 66 kabupaten/kota termasuk dalam rawan tinggi dan 195 kabupaten kota termasuk dalam rawan sedang pada aspek hak pilih.

Baca Juga

"Tidak ada daerah yang termasuk rawan rendah pada aspek ini," tulis Bawaslu dalam laporan IKP yang dirilis pada Selasa (22/9).

Pada level pemilihan gubernur, seluruh provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur bahkan memiliki kerawanan tinggi dalam aspek hak pilih. Adapun urutannya yaitu Jambi, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Riau.

Terkait hal ini, Bawaslu pun merekomendasikan agar koordinasi antara KPU, Bawaslu dan Pemerintah (Dukcapil) dalam memastikan manajemen data pemilih dilakukan secara

berkelanjutan. 

Dalam laporan IKP ini, Bawaslu menyebutkan beberapa faktor yang memengaruhi kerawanan ini. Faktor tersebut di antaranya, penyelenggara Pemilu terinfeksi Covid-19, meninggal karena Covid-19, penyelenggara Pemilu tidak melaksanakan protokol kesehatan dalam melaksanakan tugas. 

Begitu pula lonjakan pasien dan Informasi tentang pasien Covid-19 tidak tertangani oleh fasilitas kesehatan, adanya penyelenggara pemilu mengundurkan diri terkait Covid-19 (tertular, khawatir tertular, pencegahan pribadi, dll) serta tokoh masyarakat/organisasi kemasyarakatan menolak penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi berpengaruh besar pada kerawanan Pilkada 2020 ini.

Secara terpisah, Anggota Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menyoroti pentingnya pemenuhan hak pilih. Hak pilih bagi warga yang positif Covid-19 juga harus dijamin.

"Jangan sampai dengan instrumen kebijakan yang tidak memfasilitasi secara baik, lalu kesadaran yang belum baik para aktor politik kita, hak mereka terlewatkan," kata Titi.

Untuk itu, pemerintah diminta benar-benar menyiapkan segala, infrastruktur dan fasilitas pelaksanaan Pilkada di masa Pandemi Covid-19 ini. Persiapan itu dinilai membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Karena itu, Titi menilai, penundaan tetap menjadi opsi paling bijak agar pemerintah bisa menyiapkan seluruh instrumen hukum hingga infrastruktur dalam penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi Covid-19. 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement