REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi jaksa Pinangki Sirna Malasari, pada Rabu (23/9) didakwa dengan tiga dakwaan berlapis. Salah satu dakwaannya yakni, Pinangki diduga menerima suap sejumlah 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Suap diberikan agar Pinangki mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tujuan pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Dalam surat dakwaan disebutkan, bahwa Pinangki seharusnya memberikan uang sejumlah 100 ribu dolar AS ke Anita Kolopaking, namun yang diterima Anita hanya 50 ribu dolar AS.
"Bahwa terdakwa menerima pemberian uang sebesar 500 ribu dolar AS yang sebagiannya sebesar 100 ribu dolar AS untuk Dr. Anita Dewi Kolopaking namun pada kenyataannya hanya diberikan 50 ribu dolar AS," kata JPU Kemas Roni di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Rabu (23/9).
Dalam dakwaan dijelaskan, Pinangki bertemu dengan seorang bernama Rahmat dan Anita Kolopaking. Pertemuan itu berlangsung pada September 2019.
Dalam pertemuan itu, Rahmat menghubungi Djoko Tjandra melalui telepon selularnya. Dalam perbincangan itu disebutkan, bahwa Pinangki ingin diperkenalkan dengan Djoko Tjandra.
Masih dalam dakwaan, disebutkan bahwa Anita akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa untuk Djoko Tjandra yang direncanakan Pinangki itu.
Seluruh rencana Pinangki itu disebut jaksa tertuang dalam 'proposal' yang bernama action plan.
"Untuk melancarkan rencana tersebut, Djoko Tjandra meminta kepada terdakwa mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Djoko Tjandra, lalu terdakwa menyampaikan akan menindaklanjuti surat tersebut," tutur Jaksa jaksa.
In Picture: Sidang Perdana Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor
Pembahasan tersebut disebut terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, tepatnya di gedung The Exchange 106 pada November 2019. Masih dalam dakwaan disebutkan bahwa, Pinangki awalnya menawarkan action plan senilai 100 juta dolar AS, namun Djoko Tjandra hanya menjanjikan 10 juta dolar AS.
Djoko Tjandra pun memberikan 500 ribu dollar AS sebagai uang panjar ke Pinangki melalui Herriyadi Angga Kusuma yang merupakan adik iparnya. Uang itu pun diteruskan ke politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya yang disebut sebagai seorang swasta dari pihak Pinangki.
Selanjutnya, Pinangki memanggil Anita datang ke apartemennya untuk menyerahkan uang yang diperuntukan kepada Anita. Kemudian Anita Kolopaking menemui Pinangki di Lounge Apartemen tersebut.
Pinangki pun memberikan sebagian uang yang diterimanya dari Djoko Tjandra melalui Andi Irfan Jaya yaitu sebesar 50 ribu dolar AS kepada Anita Kolopaking. Pinangki beralasan dirinya hanya memberikan 50 ribu dollar AS lantaran sebagian uangnya masih di Djoko Tjandra. Kepada Anita, Pinangki berjanji memberikan kekurangannya apabila Djoko Tjandra sudah menyerahkan sisa uang yang dijanjikan kepada Pinangki.
Melalui tim kuasa hukumnya, Aldres Napitupulu, Pinangki akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU. Tim kuasa hukum meminta diberikan waktu satu pekan untuk menyusun nota eksepsi.
"Mohon waktu satu minggu untuk mengajukan keberatan terdakwa," kata Aldres usai mendengarkan dakwaan JPU.
Aldres menyebut, dalam dakwaan kesatu kliennya dituduh menerima janji sejumlah uang dari Djoko Tjandra. Namun, pada dakwaan ketiga disebut bermufakat jahat untuk memberikan uang kepada pihak lain dengan jumlah yang sama.
"Ini menurut kami cukup aneh, ketika terdakwa dituduh sebagai penerima, tapi dituduh juga sebagai pemberi. Itu yang akan menjadi salah satu point keberatan kami," ujar Aldres.