REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra
Jumlah pasien yang meninggal dunia dengan status konfirmasi positif Covid-19 mencatatkan angka psikologis 10 ribu kematian pada Kamis (24/9). Pemerintah merilis ada tambahan kasus meninggal dunia sebanyak 128 orang dalam 24 jam terakhir, sehingga angka kumulatifnya menjadi 10.105. Jumlah korban ini 'dicapai' dalam kurun waktu enam bulan sejak kasus Covid-19 dilaporkan pertama kali di Indonesia pada awal Maret 2020.
Dari penambahan kasus meninggal dunia hari ini, Jawa Timur menyumbang angka terbanyak akni 27 pasien Covid-19 meninggal dunia. Menyusul kemudian ada Jawa Tengah dengan 25 orang meninggal dunia, dan DKI Jakarta dengan 20 orang meninggal dunia dalam satu hari terakhir.
Selain angka kasus meninggal yang 'pecah telur', penambahan kasus positif juga kembali mencatatkan rekor hari ini. Ada tambahan 4.634 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia pada awal Maret lalu. Padahal baru kemarin, Rabu (23/9), rekor kasus harian tercatat dengan 4.465 kasus baru.
Indonesia kini mulai terbiasa dengan angka penambahan kasus harian di kisaran 4.000 orang per hari. Tercatat dalam satu pekan terakhir, sudah lima kali angka kasus harian tembus 4.000-an. Bahkan rekor kasus tertinggi terjadi dalam dua hari terakhir sekaligus.
Dari penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta tetap menduduki posisi pertama sebagai provinsi yang menyumbang kasus harian tertinggi yakni 1.044 kasus baru. Jawa Barat menyusul di posisi kedua dengan 804 kasus baru, kemudian Jawa Tengah dengan 434 kasus baru. Selanjutnya di posisi keempat ada Jawa Timur dengan 343 kasus baru. Sumatra Barat berada di posisi kelima kasus harian terbanyak dengan 302 orang dalam satu hari terakhir.
Sementara untuk kasus sembuh, ada penambahan kasus sembuh sebanyak 3.895 orang dalam satu hari terakhir, sehingga angka kumulatif kasus sembuh mencapai 191.853 orang. DKI Jakarta juga menyumbang kasus sembuh terbanyak hari ini, dengan 1154 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh.
Bicara soal kasus meninggal dunia, isu soal perubahan definisi kematian akibat Covid-19 sempat mencuat. Usulan untuk mengubah definisi kematian Covid-19 ini diajukan oleh Pemprov Jawa Timur dan Satgas Penanganan Covid-19 setempat.
Kendati begitu, Satgas Penangan Covid-19 Nasional memastikan belum akan mengubah definisi kematian akibat Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan bahwa sejak awal pandemi Indonesia mengikuti tata cara pencatatan kematian yang diterapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Regulasi mengenai pencatatan kematian akibat Covid-19 ini pun dituangkan dalam Keputusan Menkes nomor HK tahun 2020. Prinsipnya, ujar Wiku, kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konfirmasi atau probable Covid-19, termasuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sindrom distres pernapasan akut (ARDS) dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19. Kendati belum memiliki hasil pemeriksaan lab RT-PCR, maka pasien tersebut tetap perlu dilaporkan.
"Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (22/9).
Wiku menambahkan, definisi mengenai kematian akibat Covid-19 dan sistem pencatatannya berbeda-beda di sejumlah negara. Amerika Serikat (AS) misalnya, melakukan metode pencatatan kematian Covid-19 yang sama dengan Indonesia. AS menghitung kematian akibat Covid-19 meliputi kasus probable dan suspek.
"Mereka (AS) membedakan dalam pengkategorisasian pencatatannya. Sedangkan contoh lain, Inggris, hanya memasukkan pasien yang terbukti positif Covid19 melalui tes dalam pencatatan kematian," kata Wiku.
Dengan beragamnya pola pelaporan di masing-masing negara, ujar Wiku, maka angka kematian rata-rata yang dimiliki WHO saat ini adalah gabungan dari berbagai metode yang ada.
Adapun soal perbedaan data kematian antara milik satgas dan portal RS Online, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro telah memberikan penjelasan. Menurut Reisa, data kematian yang dilaporkan melalui RS Online belum pasti terkonfirmasi positif Covid-19.
Pasien yang meninggal dengan dugaan Covid-19, termasuk suspek, dilaporkan terlebih dulu oleh rumah sakit untuk selanjutnya dilakukan tes PCR. Artinya, seluruh kasus kematian yang dilaporkan pihak rumah sakit tetap perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium.
Berbeda dengan RS Online yang belum pasti tentang konfirmasi status pasien, seluruh data yang dirilis Pusdatin Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah melalui pemeriksaan laboratorium. Artinya, ujar Reisa, angka kematian yang diumumkan pemerintah sudah dipastikan terkonfirmasi positif Covid-19.
"Oleh karena itu data yang ada di rumah sakit masih perlu pembuktian melalui laboratorium maka bisa disimpulkan data yang ada di RS Online belum semua terkonfirmasi hasil lab," kata Reisa dalam keterangan pers di kantor presiden, Jumat (18/9).
Memang ada perbedaan mencolok dalam hal jumlah kematian pada data milik Kemenkes dengan angka kematian yang dirilis secara resmi oleh pemerintah setiap harinya. Angka kematian yang dilaporkan melalui RS Online tercatat jauh lebih banyak ketimbang jumlah yang dirilis pemerintah.
RS Online merupakan portal yang disiapkan pemerintah untuk menampung laporan data Covid-19 dari seluruh rumah sakit rujukan di Tanah Air.
Kabar mengenai perbedaan angka kematian ini kembali diangkat oleh akun @pandemictalks di media sosial. Dari data yang dihimpun oleh akun tersebut, disebutkan bahwa jumlah angka kematian berdasarkan RS Online per 16 September adalah 22.932 orang. Sementara pada hari yang sama, update angka kematian yang dirilis pemerintah adalah 9.100 orang. Artinya, ada selisih angka kematian 13.832 orang.