Jumat 02 Oct 2020 14:54 WIB

Pakar Hukum: Lebih Baik Koruptor Dimiskinkan

Pakar menilai lebih baik koruptor dimiskinkan dibanding dipenjara dalam waktu lama.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik Mahkamah Agung karena terlalu sering memberi pemotongan masa hukuman bagi para terpidana kasus korupsi. Pakar Hukum dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai lama masa hukuman penjara bagi koruptor, tidak berkolerasi positif pada turunya kasus korupsi di Indonesia. Menurutnya, lebih baik koruptor diganjar hukuman pemiskinan.

Asep menyebut lamanya hukuman pada koruptor tak selalu membuat orang lain mengurungkan niatnya menjadi koruptor. Ia meragukan lamanya hukuman koruptor bisa menurunkan aksi korupsi di Tanah Air.  "Hubungan efek jera ada pada lamanya masa hukuman, tapi masalahnya setelah dihukum ada pemulihan enggak pada situasi penegakan hukum korupsi ini, terjadi penurunan? ternyata tidak, masih banyak orang korupsi," kata Asep pada Republika.co.id, Jumat (2/10).

Baca Juga

Atas dasar itu, Asep menawarkan alternatif pilihan hukuman lain guna memberi efek jera. Yaitu penyitaan aset dan kewajiban pembayaran denda yang tinggi bagi koruptor. "Pilihan alternatifnya hukumannya memiskinan dengan menyita dan bayar denda," ucapnya.

Asep memandang sanksi ini bakal lebih efektif menghukum koruptor. Sebab dampak hukuman akan diderita semua pihak yang bersinggungan dengannya. "Hukuman ini lebih pedih karena semuanya kena, keluarga, kroninya dan relasinya, ketimbang cuma dipenjara karena khawatir keluarga dan kroninya tetap senang-senang atas hasil korupsi ini," ucap Asep.