REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrat Irwan mengaku kecewa saat mikrofon yang ia gunakan untuk interupsi pada Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja dimatikan. Ia menyesalkan sikap pimpinan rapat yang mematikan mikrofonnya.
"Sebagai anggota DPR RI yang hak konstitusinya dijamin oleh UU sama dengan hak pimpinan dalam menyampaikan pendapat di sidang paripurna tentu saya sangat kecewa dan sedih," ujar Irwan saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (6/10).
Ia mengatakan, dirinya hanya ingin menyuarakan aspirasi rakyat secara jernih. Namun, upaya itu tidak bisa tersampaikan jelas dan tegas.
"Karena di samping sering dipotong oleh pimpinan sidang juga microphone saya dimatikan," ujarnya.
Irwan mengaku tak paha. alasan pimpinan sidang mematikan mikrofonnya. Namun, ia merasa ini upaya menghalangi tugas saya dalam menjalankan fungsi legislatif.
Ia menilai hal ini sebagai ancaman buruk bagi demokrasi ke depan apalagi hak berpendapat di parlement dijamin oleh UU. "Saya tidak tahu apakah ini masuk dalam kategori contempt of parliament," ujarnya.
Irwan pun berharap kualitas demokrasi terus membaik ke depan dan tidak ada lagi insiden seperti sidang paripurna saat pembahasan pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Sebagaimana diketahui, tindakan mematikan mikrofon terjadi menjrlang palu pengesahan RUU Cipta Kerja hendak diketok. Anggota Fraksi Partai Demokrat Irwan Fecho mengajukan interupsi untuk meminta penundaan pengesahan.
Saat memberi argumen, Irwan disoraki anggota fraksi lainnya. Azis pun meminta Irwan berhenti bicara karena sikap fraksi telah disampaikan."RUU ini menghilangkan kewenangan-kewenangan kami di daerah, menghilangkan hak-hak rakyat kecil," tutur Irwan.
Pada saat yang sama, di meja pimpinan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin berbicara dengan Ketua DPR Puan Maharani yang duduk disebelahmya di sebelahnya. Setelah itu, Puan terlihat mengarahkan tangannya ke meja di depannya, dan seketika mikrofon yang dipakai Irwan mati.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar pun menyebut Puan selaku pimpinan rapat punya hak untuk mematikan mikrofon. Ia mengklaim pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.
“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” kata Indra, Selasa (6/10).