REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan untuk mencegah terjadinya demonstrasi oleh pihaknya melakukan melakukan penyekatan di beberapa titik keberangkatan buruh dari luar menuju Jakarta. Sebanyak 9.236 personel gabungan dari TNI-Polri, dan Pemerintah setempat pun disiagakan guna mengantisipasi unjuk rasa para buruh menolak Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law.
"Kesiapan kami tetap mengantisipasi, Polda Metro Jaya bersama TNI dan juga pemerintah provinsi dalam hal ini Satpol PP kita sudah siapkan petugas disitu. Kami mengamankan tempat yang menjadi jalurnya titik yang krusial," tegas Yusri di Kompleks Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (6/10).
Oleh karena itu Yusri menghimbau agar tidak ada massa yang menggelar aksi demontrasi. Apalagi saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19 dan angka kasus positif pun belum menunjukkan bakal melandai. Maka dikhawatirkan demo yang dilakukan akan membuat klaster baru. Mengingat kegiatan demonstrasi berpotensi mengabaikan protokol kesehatan.
"Tidak usah turun, tidak usah berkumpul ramai dan mari taati aturan peraturan kesehatan yang ada salah satunya adalah menghindari kerumunan karena ini bisa membuat klaster baru lagi nantinya," ujar Yusri.
Sebelumnya telah beredar surat telegram rahasia atau STR Kapolri terkait antisipasi kegiatan demo atau aksi unjuk rasa buruh pada 6-8 Oktober mendatang terkait penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, beredar di media sosial. Pada poin 5 dan 6 dalam telegram perintah Kapolri soal melalukakan kontra narasi melakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah.
Kemudian juga perintah melakukan patroli siber pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah Pandemi Covid-19. Pada poin ke-7 Kapolri meminta agar secara tegas tidak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya.