REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu dan mencabut Undang-undang Cipta Kerja. Permintaan itu disampaikan Syaikhu setelah melihat aksi demonstrasi buruh dan masyarakat sipil yang menolak UU Ciptaker.
"Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Syaikhu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10).
Syaikhu mengaku memahami alasan buruh mengkritisi dan menolak UU tersebut. Hal tersebut lantaran kandungan UU Ciptaker baik secara materil dan formil dinilai banyak cacat dan merugikan masyarakat.
"Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," ujar Syaikhu.
Syaikhu menambahkan, UU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib pekerja/buruh Indonesia dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor. Menurutnya hal itu terlihat di dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon.
Syaikhu juga memandang, UU Ciptaker ini bukan hanya cacat secara materi atau substansi tetapi juga cacat secara formil atau prosesnya. "UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan. Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan," ungkapnya. "Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan," Imbuhnya.
Anggota Komisi V DPR itu berharap, pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat."Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi," tegas Syaikhu.