Sabtu 17 Oct 2020 05:58 WIB

WHO: Remdesivir tidak Berdampak Bagi Pasien Covid-19

Remdesivir digunakan obati pasien Covid-19 di awal pandemi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Remdesivir, obat Ebola yang di awal digunakan untuk mengobati pasien Covid-19.
Foto: EPA
Remdesivir, obat Ebola yang di awal digunakan untuk mengobati pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan obat anti-virus Remdesivir hanya sedikit atau sama sekali tidak berdampak pada tingkat keselamatan pasien Covid-10. WHO menguji empat obat Covid-19.

Remdesivir dan Hidroksiklorokuin termasuk obat yang diteliti. Remdesivir termasuk obat yang digunakan untuk mengobati pasien Covid-19 di awal pandemi. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga sempat meminum obat itu saat di rumah sakit.

Baca Juga

Jumat (16/10) BBC melaporkan perusahaan farmasi Gilead yang memproduksi Remdesivir menolak temuan WHO. Dalam pernyataannya Gilead mengatakan temuan tersebut 'tidak konsisten' dengan hasil penelitian yang lain dan hasil penelitian itu juga belum ditinjau kembali.

WHO menguji kembali empat obat yang berpotensi dapat mengobati pasien Covid-19. Yakni, Remdesivir yang digunakan untuk mengobati Ebola, obat malaria Hidroksiklorokuin, Interferon dan obat kombinasi HIV lopinavir dan Ritonavir.

Obat-obat itu diuji ke 11.266 pasien dewasa di 500 rumah sakit di lebih dari 30 negara. Hasil penelitian ini memang belum ditinjau. Tetapi menunjukkan tidak satupun dari obat ini yang berdampak langsung pada tingkat keselamatan atau lama pasien di rumah sakit.

Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pengujian hidroksiklorokuin dan Lopinavir/Ritonavir sudah dihentikan sejak bulan Juni karena terbukti tidak efektif. Tapi pengujian obat lain tetap dilanjutkan.

Hasil penelitian WHO berbeda dengan hasil penelitian Gilead pada awal bulan ini. Perusahaan farmasi itu mengatakan Remdesivir yang mereka jual berhasil mengurangi lama pasien Covid-19 di rumah sakit.

Gilead mengatakan pasien yang diberi Remdesivir keluar rumah sakit lima hari lebih cepat dibandingkan mereka yang diberi plasebo. Penelitian Gilead melibatkan sekitar 1.000 pasien.

"Data (WHO) yang muncul tampaknya tidak konsisten, dengan semakin banyak bukti dari berbagai penelitian terkontrol, acak yang dipublikasikan jurnal tinjauan-antar kolega memvalidasi manfaat klinis Remdesivir," kata Gilead Sciences Inc dalam pernyataan mereka.

"Kami prihatin data dari uji coba label global terbuka ini belum melalui peninjauan yang ketat yang diperlukan untuk memungkinkan diskusi ilmiah yang konstruktif, terutama rancangan uji cobanya terbatas," tambah perusahaan tersebut.  

Sejak awal pandemi Remdesivir digunakan untuk mengobati pasien Covid-19. Tapi semakin terkenal setelah menjadi bagian dari pengobatan Trump. Usai penelitian ini, Dr Swaminathan mengatakan WHO akan mencari obat lain untuk diuji.

"Kami mencari antibodi monoklonal, kami mencari imunomodulator dan beberapa obat anti virus baru yang dikembangkan beberapa bulan terakhir," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement