Senin 19 Oct 2020 22:34 WIB

Kemapanan Tasawuf di Tangan Al-Ghazali

Tasawuf menampakkan sosoknya seagai ilmu pada abad ketiga Hijriyah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kemapanan Tasawuf di Tangan Al-Ghazali. Foto: Kitab tasawuf (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Kemapanan Tasawuf di Tangan Al-Ghazali. Foto: Kitab tasawuf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sekitar paruh awal abad ketiga hijriyah, tasawuf sudah mulai menampakkan sosoknya sebagai sebuah ilmu. Hingga sampai saat ini, tasawuf sudah benar-benar mapan sebagai paradigma.

Namun, proses yang dlalui tasawuf untuk menjadi sebuah ilmu tidak mudah. Dia dituduh sesat, bid’ah, dan kafir, sehingga dalam sejarahnya tasawuf kadang hilang karena derasnya arus penolakan. Namun, tidak jarang dia terlahir kembali dengan kekuatan yang lebih besar.

Baca Juga

Tasawuf sebagai ilmu mencapai kemapanannya terjadi di tangan Imam al-Ghazali.  Abdul Kadir Riyadi dalam “Arkeologi Tasawuf” menjelaskan, al-Ghazali berhasil menciptakan sayap bagi ilmu ini sehingga mampu terbang lebih tinggi. Sayapanya ada dua, yaitu fikih dan filsafat. Bodi dan raganya adalah tarekat, matanya wahyu, telinganya logika, sedangkan kakinya adalah syariat.

Selain itu, al-Ghazali juga dinilai mampu meyadarkan para sufi akan pentingnya tarekat sebagai penyangga paling penting bagi tasawuf. Tasawuf tanpa tarekat adalah ibarat jiwa tanpa badan. Menurut Abdul Kadir, al-Ghazali telah menegaskan bahwa nutrisi tasawuf hanya didapat melalui tarekat. Karena itu, mendirikan tarekat adalah jalan paling strategis untuk membesarkan dan merawat ilmu ini.

Ajakan ini disambut oleh para sufi, termasuk Hasan al-Syadzili, Abdul Qadir al-Jilani, dan Abu Najid Suhrawardi. Mereka kemuian segera mendirikan tarekat. Setelah 50 tahun sejak wafatnya al-Ghazali, tarekat sudah berkembang di hampir seluruh belahan dunia Islam.

Sayangnya, dalam perkembangnya tasawuf kemudian lebih sering diidentikkan dengan tarekat, sehingga nuansa ilmiahnya cenderung hilang. Padahal, tasawuf dan tarekat itu berbeda walau menyatu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement