REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Kejaksaan di seluruh Indonesia menunggak sebanyak 491 proses penyelidikan korupsi yang belum meningkat ke penyidikan. Total tunggakan kasus itu menjadi catatan setahun kinerja Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dari Oktober 2019 sampai Oktober 2020.
Di bidang Pidana Khusus sedikitnya 18 penyelidikan yang belum beranjak ke penyidikan. JAM Pidsus Ali Mukartono memastikan, proses penyelidikan ratusan kasus korupsi tersebut akan tetap berjalan sampai mendapatkan kepastian apakah dilanjutkan ke penyidikan, atau disetop.
“Saya sudah perintahkan untuk Kejati-Kejari (Kejaksaan Tinggi-Kejaksaan Negeri) di seluruh Indonesia, untuk menyelesaikan itu (491 penyelidikan). Termasuk yang di sini (JAM Pidsus),” kata Ali di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Senin (26/10) malam.
Ali menerangkan, sebetulnya 491 angka penyelidikan tersebut, tak menjadi beban baginya sebagai JAM Pidsus. Karena, proses tersebut masih pada dasar pencarian ada atau tidaknya dugaan korupsi. Akan tetapi, Ali tak ingin, lamanya, dan menumpuknya penyelidikan kasus-kasus tersebut, menghambat proses kepastian hukum.
“Kalau saya, alat buktinya ada, segera maju (proses penyidikan). Pokoknya, saya minta untuk kepentingan hukum saja lah. Enggak ada untuk kepentingan yang lain-lain,” ujar dia.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono, Senin (26/10) merilis pencapain kerja setahun Jaksa Agung Burhanuddin memimpin Korps Adhyaksa. Dalam penyampainnya, Hari mengatakan, bidang pidana khusus, dan penanganan perkara-perkara korupsi, menjadi fokus tersendiri dalam pencapaian kerja.
Menurut Hari, sepanjang Oktober 2019-Oktober 2020, tercatat ada setotal 1.477 penyelidikan perkara dugaan korupsi. Dari jumlah tersebut, tercatat ada sebanyak 986 perkara korupsi yang berlanjut ke penyidikan.
“Jadi ada 491 (kasus) lagi, yang dalam penyelidikan, namun belum dilimpahkan ke penyidikan,” terang Hari.
Hari menambahkan, dari jumlah yang naik ke penyidikan, ada sebanyak 1.687 perkara yang berhasil diajukan ke penuntutan. Dari jumlah itu, kata Hari sebanyak 1.523 perkara korupsi yang sudah berhasil dieksekusi.
“Dan 723 perkara di antaranya, melakukan upaya hukum,” terang Hari.
Hari menambahkan, sepanjang periode yang sama, di level JAM Pidsus penanganan kasus korupsi yang paling menyita perhatian publik ada dua kasus. Dua kasus itu adalah perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Danareksa.
Dalam kasus Jiwasraya, JAM Pidsus berhasil menyeret enam terdakwa ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor). Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto semuanya telah divonis hukuman penjara seumur hidup.
Terkait kasus korupsi di Jiwasraya ini, JAM Pidsus juga masih melanjutkan proses penyidikan dengan penetapan 13 korporasi manajemen investasi (MI) yang mengelola keuangan Jiwasraya. Masih dalam kasus tersebut, peyidikan lanjutan, pun masih menyisakan dua tersangka yang masih dalam tahanan, dan belum disidangkan.
Yakni tersangka Fakhri Hilmy dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Piter Rasiman, pengusaha yang diketahui terikat kerja sama membobol keuangan Jiwasraya. Sedangkan kasus korupsi di PT Danareksa yang merugikan keuangan negara Rp 150,5 miliar, proses penyidikannya di JAM Pidsus, masih pada tahap satu pelimpahan ke divisi penuntutan.
Penyelamatan keuangan negara
Selain tengah menggarap dua kasus besar korupsi, JAM Pidsus Kejagung juga mengeklaim berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara setotal Rp 19,62 triliun. Hari Setiyono menerangkan, angka penyelematan keuangan negara tersebut berasal dari penanganan perkara-perkara korupsi yang terjadi sepanjang tahun ini.
“Ada dua sumber penyelamatan keuangan negara tersebut. Dari bidang pidana khusus di Kejagung, dalam hal ini Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Dan dari bidang pidana khusus, di Kejaksaan Tingi dan Kejaksaan Neger (Kejati-Kejari) di seluruh Indonesia,” terang Hari.
Ia menerangkan, di JAM Pidsus, penyelamatan keuangan negara berasal dari penanganan kasus korupsi yang tercatat setotal Rp 18,72 triliun. Dari jumlah tersebut, senilai Rp 18,46 triliun di antaranya, berasal dari penanganan perkara korupsi pengelolaan keuangan PT Asuransi Jiwasraya.
“Dari nilai tersebut, berupa benda bergerak, benda tidak bergerak, uang tunai, reksa dana, polis asuransi, dan surat berharga, serta saham-saham yang berhasil disita untuk dirampas negara,” terang Hari.
Sedangkan penyelamatan keuangan negara dari penanganan korupsi di level daerah, Kejati-Kejari di seluruh Indonesia, Kejagung mencatat ada setotal Rp 905,2 miliar, dan 1.412 Ringgit Malaysia (MYR). Namun Hari menerangkan, dari total Rp 19,62 triliun penyelamatan keuangan negara tersebut, belum semuanya berhasil dikembalikan ke kas bangsa.
Tercatat, pada periode yang sama, Pengembalian Keuangan Negara dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari bidang pidana khusus, baru di angka Rp 7,02 triliun. Sedangkan PNBP terkait pembayaran denda dari perkara korupsi, tercatat Rp 48,87 miliar, dan pembayaran biaya perkara, senilai Rp 66,04 miliar.
Hari menambahkan, pencapaian materil berupa penyelematan keuangan negara pun masif di bidang Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun). Sepanjang Oktober 2019-2020, tercatat total penyelamatan keuangan negara, sebesar Rp 388,8 triliun, dan 11,83 juta dolar AS atau setara Rp 173,64 miliar. Menurut Hari, penyelamatan keuangan negara pada JAM Datun Kejakung, tercatat Rp 223,0 triliun. Sedangkan bidang Datun di Kejati-Kejari seluruh Indonesia, penyelamatan negara, ada setotal Rp 16,58 triliun, dan 11,83 juta dolar.
Bidang Datun, kata Hari, juga melakukan pemulihan keuangan negara yang besarnya mencapai Rp 11,13 triliun. Pemulihan keuangan negara dari JAM Datun Kejakgung sepanjang Oktober 2019-2020, senilai Rp 253,7 miliar. Sedangkan Datun Kejati-Kejari di seluruh Tanah Air, melakukan pemulihan keuangan negara setotal Rp 10,88 triliun, dan 406,9 ribu dolar AS.