Senin 16 Nov 2020 16:58 WIB

Muhammadiyah Teguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Covid-19

Gerakan keagamaan diteguhkan Muhammadiyah untuk hadapi covid-19.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Muhammadiyah Teguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Covid-19. Foto: Logo Muhammadiyah.
Foto: Wikipedia
Muhammadiyah Teguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Covid-19. Foto: Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persyarikatan Muhammadiyah akan memperingati Milad ke-108 pada 18 November mendatang. Kali ini Milad Muhammadiyah mengangkat tema "Meneguhkan Gerakan Keagamaan Solusi Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri".

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan, ada tiga aspek yang menjadi perhatian Muhammadiyah dalam Milad ke-108. Pertama, peneguhan gerakan keagamaan. Kedua, bagaimana menghadapi pandemi Covid-19 di mana ini menjadi pembeda Milad tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketiga, mengenai masalah negeri.

Baca Juga

"Mengapa Muhammadiyah mengambil tema peneguhan gerakan keagamaan, secara konstruktif kita mengamati bahwa masyarakat Indonesia semakin hari kecenderungan untuk beragama dengan lebih baik itu semakin tinggi," ujar dia dalam konferensi pers virtual, Senin (16/11).

Haedar memandang, kesemarakkan dan syiar beragama serta aktivitas keagamaan saat ini memang bermacam-macam. Tidak ada ruang publik yang lepas dari keagamaan. Ragam pandangan keagamaan pun bermunculan seiring dengan proses demokratisasi yang tumbuh di bangsa ini.

Kecenderungan itu, lanjut Haedar, merupakan modal positif untuk semakin dekat dengan agama dan menampilkan ekspresi keagamaan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai keagamaan yang esensial, hakiki dan substantif. Tujuannya adalah untuk membawa keselamatan dan kebahagiaan hidup umat manusia di dunia dan akhirat.

"Artinya bahwa Islam dalam hal ini hadir untuk membawa dan menciptakan sistem kehidupan yang selamat, damai dan bahagia itu tidak hanya untuk orang Islam tetapi untuk semesta alam untuk seluruh umat manusia dan lingkungannya," ujarnya.

Haedar mengingatkan, Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia di zaman yang serba jahiliyah. Misalnya merendahkan kaum perempuan, berniaga secara tidak halal dan tidak baik, berpolitik yang kotor, dan mengedepankan kekuasaan serta hal buruk lainnya.

Nabi Muhammad merubahnya menjadi tatanah kehidupan yang damai, toleran dan berkeadaban. Simbolnya adalah Madinah Al-Munawarah, kota peradaban yang cerah dan mencerahkan kehidupan. Nilai-nilai kenabian ini tentu harus diejawantahkan ke dalam gerakan keagamaan, apapun pandangan dan orientasi gerakan keagamaannya.

"Hadirkan perilaku akhlak mulia Nabi SAW, mulai dari tutur kata, sikap, sampai tindakan yang melahirkan serba kemuliaan, bukan sebaliknya," katanya.

Dalam konteks yang lebih inklusif, Islam hadir untuk rahmatan lil 'alamin, di mana Nabi SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Artinya, siapapun dan lingkungan apapun itu harus memperoleh rahmat dari kehadiran Islam dan umat Muslim.

"Hidup menjadi damai, tertib, dan juga selamat, serta tanpa kekerasan, dan  dari segala macam bentuk yang menciptakan ketidakteraturan. Mewujudkan nilai-nilai Islam yang seperti ini, perlu terus kita gelorakan, kita syiarkan dan kita teladankan," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement