Selasa 17 Nov 2020 06:21 WIB

MAKI Gugat Praperadilan Kasus Ahok Beli Tanah di Cengkareng

Pemprov DKI era Ahok beli lahan 46 hektare milik sendiri dengan dana Rp 668 miliar.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menunda sidang gugatan praperadilan terkait penyidikan kasus pembelian lahan di Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

MAKI menggugat praperadilan penyidikan kasus pembelian lahan tanah ke PN Jaksel pada 13 Oktober 2020. Koordinator MAKI, Bonyamin Saiman, mengatakan, sidang ditunda karena salah satu termohon tidak hadir di persidangan dengan agenda pembacaan permohonan.

"Karena Bareksrikm belum hadir, ditunda sidangnya, jadi permohonan belum dibacakan," kata Boyamin di Jakarta pada Senin (17/11).

Bareskrim Polri menjadi salah satu dari empat termohon yang digugat oleh MAKI. Selain Bareskrim, Polda Metro Jaya juga digugat sebagai termohon II, Kejaksaan Tinggi DKI sebagai termohon III, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai termohon IV.

Gugatan praperadilan yang diajukan MAKI tercatat dengan nomor perkara 128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel. Objek gugatan ini adalah terkait penanganan kasus dugaan korupsi terkait pembelihan lahan di Cengkareng yang dilakukan Pemprov DKI.

Sidang perdana pembacaan permohonan diagendakan pada Selasa (3/11), namun salah satu termohon yakni Bareskrim Polri tidak hadir jadi sidang ditunda hingga Senin (16/11). "Sudah dua kali ditunda, sidang selanjutnya diagendakan 30 November," ujar Boyamin.

Menurut Boyamin, jika pada sidang ketiga kalinya para termohon tidak hadir,  pengadilan memutuskan sidang tetap dilaksanakan walau tanpa kehadiran termohon. Bonyamin menyebutkan, MAKI mengajukan gugatan praperadilan terkait mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat untuk rumah susun (rusun) oleh Pemprov DKI yang ditangani oleh institusi Polri.

Sebelumnya, kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, pembelian lahan seluas 46 hektare dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih terjadi pada masa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Lahan dibeli oleh Dinas Perumahan dan gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi. "Ternyata tanah yang dibelanjakan sudah miliknya Pemprov DKI, sudah jadi aset. jadi sama dengan membeli barangnya sendiri," tutur Boyamin.

Dugaan korupsi itu diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.

Selain itu, PN Jakarta Barat memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara. "Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu," Boyamin menjelaskan.

Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri perkara tersebut, kemudian penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak telah diperiksa termasuk Ahok dan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat pada 2015.

Menurut Boyamin, pada 2018, perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke Polda Metro Jaya, dan hingga kini tidak ada perkembangan sama sekali. "Nah di Polda Metro jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal di Bareskrim sudah ada SPDP surat pemeritahauan kepada Kejaksaan Agung. Atas makraknya perkara inilah makanya MAKI menggugat," tutur Boyamin.

Selain dugaan korupsi, MAKI juga menduga adanya makelar yang bermain dalam pembelian lahan di Cengkareng tersebut, berdasarkan keterangan pemilih yang mengaku memiliki sertifikat tanah, yang melaporkan pembayaran yang diterimanya masih kurang, karena baru mendapat Rp 200 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement