REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Orang-orang kelaparan di wilayah Tigray utara yang memberontak di Ethiopia. Kondisi ini terjadi karena jalan-jalan diblokir, bandara ditutup, dan pemerintah federal berbaris di ibu kota wilayah dalam upaya terakhir untuk memenangkan perang selama dua pekan.
Lebih dari 27 ribu warga Ethiopia telah melarikan diri ke negara tetangga, Sudan. Namun, banyak orang di dalam Tigray tidak dapat atau tak mau pergi, karena takut dengan ancaman kekerasan etnis.
Pemerintahan Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, mencoba meredakan ketakutan dengan mengatakan, operasi penegakan hukum hanya dilancarkan terhadap pemimpin regional Tigray yang menguasai wilayah itu. "Penduduk Tigray akan menjadi yang pertama mendapatkan keuntungan dari operasi itu," kata pernyataan itu pada Rabu (18/11).
Pemerintah federal Ethiopia pun telah menjanjikan pertempuran yang cepat berakhir dari awal. Namun, kelompok kemanusiaan, ahli, dan bahkan pemerintah Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda putus asa.
"Kami tidak tahu apakah akan ada upaya relokasi tambahan yang dikoordinasikan oleh PBB keluar dari Tigray. Warga yang tidak dapat meninggalkan Tigray dengan selamat disarankan untuk berlindung di tempat," kata Kedutaan Besar AS dalam pernyataan singkat pada Selasa (17/11).
Lebih dari 1.000 warga AS dan negara lain dilaporkan terjebak bersama dengan sebagian besar dari sekitar enam juta penduduk wilayah Tigray. "Pada tahap ini hanya ada sedikit yang tersisa, bahkan jika Anda punya uang,” menurut penilaian internal oleh satu kelompok kemanusiaan.
Truk-truk pembawa makanan, bahan bakar, dan persediaan medis terjebak di luar perbatasan wilayah tersebut. Bank-bank di Tigray ditutup selama berhari-hari, memutus bantuan tunai kemanusiaan kepada sekitar 1 juta orang. Bahkan sebelum pertempuran, wabah belalang telah menghancurkan tanaman.
Kepala Kemanusiaan PBB, Mark Lowcock, menyerukan akses penuh untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan dimanapun mereka berada. Selain itu juga, perjalanan aman bagi warga sipil yang mencari bantuan, dan keamanan pekerja bantuan.
"Bahkan sebelum konflik hampir 1 juta orang di wilayah Tigray membutuhkan bantuan kemanusiaan" kata Lowcock.
PBB menyisihkan 20 juta dolar AS sebagai tindakan antisipatif untuk memerangi kelaparan di Ethiopia.