Kamis 19 Nov 2020 14:49 WIB

Penegakan Hukum Kerumunan Massa yang Belum Adil

BNPB minta prinsip menghindari kerumunan massa harus ditegakkan di tiap daerah.

Kerumunan massa, apapun sebabnya, merupakan bentuk pelanggaran protokol kesehatan saat pandemi Covid-19. Penegakan hukum dari terciptanya kerumunan massa namun dipertanyakan publik karena terkesan tebang pilih.
Foto: ANTARA /Aprillio Akbar
Kerumunan massa, apapun sebabnya, merupakan bentuk pelanggaran protokol kesehatan saat pandemi Covid-19. Penegakan hukum dari terciptanya kerumunan massa namun dipertanyakan publik karena terkesan tebang pilih.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Surya, Haura Hafizhah, Zainur Mahsir Ramadhan, Sapto Andika Candra

Kerumunan massa dari simpatisan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab telah menyeret Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan jajaran di bawahnya ke Polda Metro Jaya. Mereka sudah diminta klarifikasi atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Gubenur Jawa Barat juga telah dijadwalkan dipanggil akibat kerumunan massa FPI di Puncak, Bogor.

Baca Juga

Pelanggaran protokol kesehatan padahal bukan kali saja terjadi di Tanah Air. Publik namun jarang mendengar ada pihak yang dimintai pertanggungjawaban karena menimbulkan kerumunan massa selama pandemi Covid-19.

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani mengatakan tindak tegas pelanggar protokol kesehatan Covid-19 harus dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih oleh pemerintah. Tujuannya agar kepercayaan masyarakat tentang kebijakan protokol kesehatan ini semakin meningkat.

"Perilaku masyarakat yang tadinya tidak mengenal protokol kesehatan harus dimodifikasi pada masa pandemi ini yaitu terbiasa dengan protokol kesehatan. Modifikasi ini diawal awal tidaklah mudah karena seperti yang kami ketahui karakteristik masyarakat kami yang suka berkumpul. Maka dari itu, harus ada sanksi atau denda jika masyarakat melanggar protokol kesehatan tersebut," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (19/11).

Kemudian, ia melanjutkan pemberian sanksi atau denda atas pelanggaran protokol kesehatan ini perlu dilakukan agar memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya protokol kesehatan dalam masa pandemi sebagai upaya pengendalian dan pencegahan kasus Covid-19.

Ia berharap dengan adanya sanksi atau denda akan memberikan efek jera bagi masyarakat yang melanggar. Termasuk membuat masyarakat memodifikasi perilakunya ke arah sadar untuk penerapan protokol kesehatan.

"Tapi pemerintah jangan pilih kasih untuk memberikan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Semua yang melanggar ya di sanksi. Kalau hal ini dilakukan, modifikasi perilaku masyarakat dapat segera tercapai dan pada akhirnya upaya pengendalian penyebaran kasus Covid-19 bisa maksimal," kata dia.

Ketua Satgas Penanganan Covid 19 Letjen TNI Doni Monardo berencana menghubungi semua Gubernur, Pangdam dan Kapolda se-Indonesia. Doni ingin mengingatkan agar prinsip menghindari kerumunan benar-benar dijalankan di daerah.

"Jika para pemimpin di daerah tegas menjalankan dan mematuhi protokol kesehatan maka kita sudah melindungi rakyat kita," kata Doni dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (19/11).

Doni sudah lebih dulu melakukan percakapan via telepon dengan Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi. Keduanya memang berasal dari korps TNI.

Ia menyampaikan Gubernur wajib melakukan pencegahan agar tidak terjadi pengumpulan massa dalam bentuk acara apapun di masa mendatang. Kepala daerah ditegaskan Doni harus belajar dari kejadian di Jakarta beberapa hari lalu.

"Semua kegiatan wajib taat dan patuh kepada protokol kesehatan. Protokol kesehatan adalah harga mati," tegas Doni.

Doni menyebut percepatan penanganan Covid 19 membutuhkan peran serta semua pihak. Tanpa dukungan kolektif dari masyarakat, rantai penyebaran Covid-19 akan terus terjadi. Menghindari kerumunan, salah satunya, menjadi langkah yang nyata untuk memutus rantai penyebaran tersebut.

"Upaya bersama dalam perubahan perilaku dibutuhkan dalam adaptasi masa pandemi ini. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," ucap Doni

Doni mengingatkan kerumunan dan keramaian selalu berpotensi mengabaikan protokol kesehatan. Kerumunan harus segera dibubarkan sebelum massa bertambah banyak.

"Kalau massa sudah berkumpul dan kita bubarkan maka bisa terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Pasti jatuh korban. Makanya harus tegas sejak awal, agar kerumunan yang melanggar protokol kesehatan tidak terjadi," sebut Doni.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Agung Danarto turut mengimbau agar umat bisa bersabar dan tidak membuat kerumunan terlebih dahulu. Utamanya, segala bentuk kerumunan yang bisa menimbulkan penularan Covid-19. ‘’Apabila tidak bisa dihindari, umat supaya bisa melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat,’’ ujar dia.

Hal serupa juga harus dilakukan pada aktivitas pengajian atau majelis taklim. Umat, kata dia, harus mengutamakan keamanan dan kesehatan dengan protokol yang ada sedemikian rupa.

‘’Bahkan, kalau memungkinkan, pengajian dan majelis taklim agar dilakukan secara daring. Atau bisa ditiadakan terlebih dahulu,’’ katanya.

Dia melanjutkan, aktivitas keagamaan yang berpotensi mengumpulkan orang banyak supaya dipertimbangkan alternatif lainnya. Misalnya, diganti dengan kajian-kajian yang dilakukan secara mandiri.

‘’Bila pandemi Covid-19 sudah berlalu, maka nanti kita semarakkan lagi pengajian dan majelis taklim.’’ ungkap dia.

Pernyataan Muhammadiyah tak hanya terkait kerumunan massa yang terjadi beberapa waktu lalu. Ia juga menanggapi kabar positif Covid-19 ustazah kondang, Mamah Dedeh. Mamah Dedeh dikabarkan dirawat di salah satu rumah sakit daerah Ciputat, kondisinya saat ini disebut baik.

Kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia belum bisa dibilang sudah terkendali. Publik masih harus mewaspadai diri dari paparan Covid-19 saat keluar rumah.

Kemarin, pemerintah merilis tambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 4.265 orang dalam 24 jam terakhir. Angka tersebut semakin menegaskan tren kasus harian Covid-19 di Indonesia kembali menanjak, setelah sempat menurun pada pertengahan Oktober lalu. Bahkan rekor kasus baru belum lama pecah, yakni 5.444 orang pada Jumat (13/11) lalu.

Laporan kemarin menunjukkan adanya peningkatan kapasitas pemeriksaan. Seperti pola mingguan yang sudah-sudah, kapasitas tes selalu menurun saat akhir pekan dan menanjak kembali pada hari kerja.

Kemarin, jumlah orang yang diperiksa naik menjadi 37.897 orang. Angka ini naik dibanding capaian pemeriksaan pada Selasa (17/11) sebanyak 36.556 orang, Senin (16/11) 25.570 orang, atau Ahad (15/11) yang hanya 25.396 orang.

Pada penambahan kasus kemarin, DKI Jakarta kembali menyumbangkan angka tertinggi yakni 1.148 kasus. Menyusul kemudian Jawa Tengah dengan 495 kasus, Jawa Timur dengan 480 kasus, Jawa Barat dengan 365 kasus, dan Riau dengan 274 kasus.

Selain itu juga dilaporkan adanya penambahan pasien sembuh sebanyak 3.711 orang pada hari ini. Sehingga jumlah kumulatif pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh di Indonesia sebanyak 402.347 orang.

Angka kematian juga bertambah kemarin sebanyak 110 orang, menjadikan total kumulatif pasien yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 sebanyak 15.503 orang. Sementara jumlah suspek Covid-19 di seluruh Tanah Air saat ini tercatat ada 64.430 orang.

photo
Habib Rizieq Shihab - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement