REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Nawir Arsyad Akbar
Satgas Penanganan Covid-19 mengingatkan penyelenggara pilkada, yaitu KPU, KPUD, Bawaslu, serta tim pasangan calon yang berkompetisi untuk memberi contoh kepada masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Pernyataan satgas ini disampaikan lantaran waktu yang tersisa tinggal dua pekan hingga hari pencoblosan pada 9 Desember 2020.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta penyelenggara pilkada memanfaatkan waktu yang tersisa untuk memastikan seluruh kesiapan protokol kesehatan. Ia juga mewanti-wanti terkait potensi munculnya kerumunan di lokasi TPS.
"Pastikan tidak terjadi penumpukan dan kerumunan di TPS. Bagi masyarakat mohon perhatikan jarak aman, saat mengantri di dalam dan di luar TPS. Tertib untuk laksanakan protokol kesehatan," kata Wiku dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (26/11).
Selain itu, Wiku menambahkan, pemerintah bersama penyelenggara pilkada telah duduk bersama untuk menyusun peraturan tahapan pilkada serentak. Hal ini dilakukan, ujarnya, demi mengurangi risiko penularan Covid-19 dalam seluruh tahapan pilkada serentak. Peraturan yang dimaksud Wiku adalah PKPU nomor 13 tahun 2020 yang mengubah PKPU nomor 6 tahun 2020, tentang pelaksanaan pilkada serentak lanjutan di tengah pandemi Covid-19.
"Sampai saat ini, berbagai pelaporan pelanggaran ataupun hasil evaluasi simulasi pilkada kami jadikan sebagai bahan perbaikan ke depan. Satgas juga terus memfasilitasi penyediaan alat testing untuk keperluan skrining," kata Wiku.
Pelaksanaan pilkada menjadi perhatian sebab penambahan kasus positif harian telah mencapai lebih dari lima ribu kasus selama tiga hari. Bahkan, penambahan kasus tidak pernah berada di bawah empat ribu selama sepekan terakhir.
Kondisi inipun menjadi alarm atau peringatan bagi seluruh pihak agar segera melakukan langkah serius mencegah penularan. “Ini harus menjadi alarm bagi kita semua, kasus positif ini dapat terus bertambah apabila tidak ada langkah serius dari masyarakat maupun pemerintah daerah untuk mencegah penularan,” ujar Wiku.
Pada Kamis (26/11) hari ini, jumlah kasus positif dilaporkan bertambah 4.917 dengan jumlah kasus aktif mencapai 66.752 atau 12,9 persen. Sedangkan kasus aktif dunia sebesar 28,43 persen.
Jumlah kasus sembuh pun terus bertambah menjadi total 433.649 atau 83,9 persen. Angka ini masih lebih tinggi dari jumlah kasus sembuh dunia yang sebesar 69,22 persen. Sementara jumlah kasus meninggal dilaporkan mencapai 16.352 atau 3,2 persen yang lebih tinggi dari kasus meninggal dunia sebesar 2,35 persen.
Wiku mengatakan, penambahan kasus positif ini terjadi karena masih adanya penularan di masyarakat. Karena itu, ia meminta masyarakat untuk terus disiplin menjalankan protokol kesehatan dan selalu waspada terhadap potensi penularan.
“Bagi Satgas di daerah, jangan ragu untuk segera melakukan penindakan kepada masyarakat yang masih abai terhadap protokol kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa pandang bulu,” tambah Wiku.
Untuk mengantisipasi lonjakan penularan virus corona SARS-CoV2 usai pilkada, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengusulkan durasi pencoblosan diperpanjang menjadi tiga hari. Menurut Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto, semua bentuk kerumunan berpotensi menambah kasus Covid-19, tidak terkecuali pilkada.
"Jadi kalau biasanya pilkada digelar hanya sehari, lama pencoblosan bisa jadi tiga hari," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (26/11).
Ia menjelaskan, penambahan masa pencoblosan untuk membagi kedatangan pemilih dan mengurangi kerumunan. Selain itu, ia merekomendasikan kapasitas satu tempat pemungutan suara (TPS) bisa dikurangi menjadi maksimal 30 persen.
Sehingga, kapasitas TPS lebih sedikit dibandingkan biasanya dan diharapkan mengurangi pemilih yang berkumpul dalam satu tempat bersamaan. Terkait luapan emosi kemenangan atau kekalahan pendukung pasangan calon usai pencoblosan, ia menyebutkan penanganan masalah ini di tangan pihak penyelenggara. "Ini tugas penyelenggara mengatur masalah ini," katanya.
Jika persoalan-persoalan seperti ini tidak diatur, Slamet khawatir kasus Covid-19 akan melonjak setelah pilkada.
Pemilik hak pilih memang sudah diminta untuk menerapkan protokol kesehatan selama periode masa kampanye hingga pilkada. Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi, Rabu (25/11), mengatakan seluruh peserta wajib menggunakan alat pelindung diri, minimal masker wajah.
Kedua, peserta pemilu dilarang melakukan kontak fisik atau harus menjaga jarak. Namun, Sonny mengakui kadang penerapan di lapangan tidak mudah.
Ia menambahkan, memang kapasitas maksimal peserta kampanye tatap muka adalah 50 orang dan biasanya dilakukan dalam rumah. Namun, terkadang pasangan calon (paslon) pilkada berkampanye berapi-api kemudian mengeluarkan droplet dalam jumlah banyak, situasi ini diperparah dengan sirkulasi udara yang buruk karena peserta kampanye dalam satu ruangan banyak.
"Akhirnya risiko penularan menjadi tinggi. Jadi, kami sudah mendorong agar berhati-hati dengan menjaga jarak yang cukup," ujarnya.
Yang jelas, ia menyebutkan, protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak jangan menciptakan kerumunan, dan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer harus diterapkan.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan sebanyak 884.904 orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) belum melakukan perekaman KTP elektronik. Data tersebut berdasarkan hasil koordinasi dengan KPU yang telah disinkronisasi dengan data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
“Hasilnya pada 25 November turun menjadi 884.904. Jadi lebih kurang 0,88 persen (yang belum merekam KTP elektronik),” ujar Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (26/11).
Berbeda dengan hasil data dua minggu yang lalu, di mana sebanyak 1.754.751 orang belum melakukan perekaman KTP elektronik. Tito menjelaskan, ada tiga alasan yang membuat belum selesainya perekaman data warga.
Pertama, sosialisasi yang kurang dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) daerah. Kedua, kurangnya pelayanan dari jajaran Dukcapil daerah dalam mengakomodasi pelayanan perekaman data. Terakhir, kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk melakukan perekaman KTP elektronik.
"Memang masyarakat yang memiliki hak pilih itu tidak menjadi prioritas untuk melakukan perekaman KTP atau surat keterangan, karena mereka memang tak ingin memilih," ujar Tito.
Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri telah menginstruksikan Dinas Dukcapil untuk lebih masif dalam melakukan sosialisasi perihal perekaman data. Pihaknya juga akan memberikan penghargaan kepada daerah-daerah yang berhasil melakukan perekaman data sebanyak 100 persen.
Kemendagri juga membentuk tim yang bertugas untuk memantau dan mengawasi perekaman KTP elektronik di Dinas Dukcapil. "Terutama pada daerah-daerah yang memiliki banyak pemilih, namun belum memiliki surat keterangan KTP elektronik," ujar Tito.