Senin 30 Nov 2020 19:45 WIB

Hakim Nilai Pemeriksaan Jaksa Pinangki di Jamwas Aneh

Hakim mengatakan pemeriksaan oleh tim Jamwas tidak mendalam.

Terdakwa Pinangki Sirna Malasari mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). Jaksa penuntut umum menghadirkan adik kandung terdakwa, Pungki Primarini sebagai saksi bersama empat saksi lainnya dalam sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra atas terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). Jaksa penuntut umum menghadirkan adik kandung terdakwa, Pungki Primarini sebagai saksi bersama empat saksi lainnya dalam sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra atas terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua majelis hakim Ignasius Eko Purwanto menilai pemeriksaan tim Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari aneh dan tidak mendalam. Eko menyampaikan hal tersebut setelah mendengarkan saksi jaksa Luphia Claudia Huwae yang merupakan anggota tim pemeriksa dari Jamwas terhadap Pinangki Sirna Malasari.

"Terserah jawaban saksi seperti apa tettapi buat majelis aneh dan tidak diperdalam," kata hakim Ignasius Eko Purwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/11).

Baca Juga

"Pemeriksaan kami hanya terkait dengan terlapor (Pinangki) pergi keluar negeri tanpa izin, terkait dengan cuitan Twitter bahwa terlapor terima uang dari Djoko Tjandra tidak kami perdalam lagi karena akan menyerahkannya ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus," kata Luphia.

Luphia menjadi saksi untuk terdakwa mantan kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari. Luphia adalah anggota tim pemeriksa yang bertugas di Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan. 

Luphia pernah memeriksa Pinangki saat yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung karena adanya laporan berdasarkan akun Twitter @idn_project. Saat pemeriksaan tersebut, Pinangki mengaku bertemu dengan seseorang bernama Jochan, bukan Djoko Tjandra, di Kuala Lumpur untuk membicarakan soal power plant. 

Pinangki dikenalkan Jocan oleh seseorang bernama Rahmat. "Akan tetapi, Pinangki tidak menyampaikan bentuk power plant, tetapi semacam pembangkit listrik itu saja," ungkap Luphia.

"Apakah Pinangki dalam pemeriksaan mengatakan sudah berbicara dengan teman-temannya saat bertemu dengan Djoko Tjandra?" tanya hakim Eko.

"Terlapor mengatakan menunjukkan foto-foto kepada teman-teman dan atasannya menurut keterangan terlapor, dia menunjukkan di ruangan," jawab Luphia.

"Nama atasannya siapa?" tanya hakim Eko.

"Tidak disebutkan, tetapi dia (Pinangki) mengatakan sudah disampaikan kepada atasannya langsung," jawab Luphia.

"Siapa? Masa tidak diperiksa?" tanya hakim Eko.

Atasan Pinangki bernama Agus tersebut ternyata juga diperiksa oleh Jampidsus namun belum dihadirkan sebagai saksi di persidangan. "Tapi ada kontrakdiksi, katanya terdakwa tidak kenal Djoko Tjandra, tahunya Jochan, tapi menunjukkan foto-foto ke teman-teman dan atasannya?" tanya hakim Eko.

"Yang bersangkutan hanya mengatakan perjalanan ke mana dan pulang menunjukkan foto ke teman-temannya misalnya liburan," jawab Luphia.

"Siapa di foto tidak diperdalam lagi dan tanggal berapa?" tanya hakim Eko.

"Tidak secara spesifik ditanyakan," jawab Luphia.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra. Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement