Rabu 02 Dec 2020 17:50 WIB

Dubes: Uni Eropa Tolak Militerisasi di Laut China Selatan

Uni Eropa menyerukan semua pihak untuk menahan diri di Laut China Selatan

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.
Foto: EPA-EFE/MC3 Jason Tarleton
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN Igor Driesmans mengatakan Uni Eropa menolak militerisasi di Laut China Selatan dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri di perairan yang disengketakan itu.

"Hasil dari pertemuan menteri ASEAN dan Uni Eropa pada Selasa (1/12), bahwa Uni Eropa menekankan pentingnya non-militerisasi dan pengendalian diri mengenai Laut China Selatan," ujar Igor dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Ia mengatakan penting bagi semua pihak untuk mengikuti prinsip non-militerasisasi dan pengendalian diri dalam mengatasi ketegangan di Laut China Selatan. Uni Eropa menggarisbawahi pentingnya penerapan United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

"Serta kebebasan navigasi dan penerbangan di Laut China Selatan," ujar Igor.

Uni Eropa mendorong negosiasi menuju kesimpulan awal dari Pedoman Perilaku/Code Of Conduct yang efektif dan substantif di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982. "Uni Eropa juga mendorong resolusi damai untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan," terang dia.

Terkait pertemuan menteri ASEAN dan Uni Eropa pada Selasa (1/12), Igor mengatakan Uni Eropa dan ASEAN juga sepakat untuk meningkatkan kemitraan dialog sebagai upaya untuk meningkatkan komunikasi antarpemimpin.

"Uni Eropa dan ASEAN akan membentuk ikatan yang lebih kuat dan menciptakan peluang untuk lebih banyak keterlibatan di antara pemimpin. Saat ini Uni Eropa dan ASEAN belum memiliki pertemuan reguler antara pemimpin," ujar dia.

Igor mengungkapkan ASEAN yang kuat penting bagi Uni Eropa dalam mendukung multilaterarisme dan dapat membawa stabilitas ke Asia dan seluruh dunia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement